Tokoh Oposisi Ethiopia Didakwa Lakukan Kejahatan Terorisme dan Penipuan
ADIS ABABA, SATUHARAPAN.COM-Tokoh oposisi terkemuka di Ethiopia, Jawar Mohammed, dan 23 orang lainnya didakwa lakukan pelanggaran terkait terorisme, penipuan telekomunikasi dan kegiatan kriminal lainnya, kata kantor jaksa agung mengumumkan hari Sabtu (20/9).
Kantor tersebut mengatakan mereka akan hadir di pengadilan pada hari Senin (22/9). Tuduhan tersebut terkait dengan kekerasan mematikan yang meletus pada bulan Juli di beberapa bagian ibu kota, Addis Ababa, dan wilayah Oromia setelah pembunuhan penyanyi Hachalu Hundessa.
Penyanyi ini dikenal vokal dalam dalam protes anti pemerintah yang mendorong Abiy Ahmed berkuasa di 2018 sebagai Perdana Menteri. Pihak berwenang mengatakan lebih dari 180 orang tewas dalam kerusuhan Juli.
Jawar, seorang tokoh media yang menjadi politisi, memiliki dukungan besar di kalangan pemuda di wilayah Oromia. Dia kembali ke Ethiopia setelah Abiy berkuasa dan mendesak orang buangan untuk pulang di tengah reformasi politik besar-besaran yang membuatnya menerima Hadiah Nobel Perdamaian.
Reformasi yang Melambat
Suku Oromo merupakan kelompok etnis terbesar di Ethiopia tetapi tidak pernah menduduki posisi teratas negara itu sampai mereka membantu membawa Abiy ke tampuk kekuasaan. Sekarang ketegangan etnis dan kekerasan antar komunitas menjadi tantangan yang semakin besar bagi reformasinya.
Jawar sangat mengkritik pemimpin Ethiopia itu atas penundaan pemilihan umum yang pernah direncanakan pada bulan Agustus, namun ditunda karena pandemi virus corona. Mandat pemerintah berakhir akhir bulan depan, dan tanggal pemilihan baru belum ditetapkan.
Jawar telah ditahan sejak kerusuhan pada bulan Juli. Pengacaranya telah berulang kali menegaskan bahwa dia dikurung karena pandangan politiknya, dan menyerukan pembebasannya. Kelompok hak asasi manusia telah memperingatkan bahwa penangkapan semacam itu menunjukkan bahwa reformasi politik Abiy sedang tergelincir.
Pemuda di Oromia telah melancarkan sejumlah protes baru-baru ini yang menyerukan pembebasan tahanan politik.
Abiy dalam sebuah opini yang diterbitkan pekan ini di The Economist menulis bahwa “individu dan kelompok, tidak terpengaruh oleh transformasi yang terjadi, menggunakan segala yang mereka miliki untuk menggagalkan. Mereka memanen benih perpecahan dan kebencian antar etnis dan antar agama."
Perdana menteri juga mengakui dugaan pelanggaran oleh pasukan keamanan selama kerusuhan, dengan mengatakan bahwa “mengingat lembaga yang kami warisi, kami menyadari bahwa kegiatan penegakan hukum mengandung risiko pelanggaran dan penyalahgunaan hak asasi manusia.'' Reformasi keamanan membutuhkan waktu, kata dia. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...