Tokoh PKS Pertanyakan Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah mempertanyakan Nobel Perdamaian milik tokoh Myanmar Aung San Suu Kyi yang diraih pada tahun 1991. Menurut dia, dengan adanya kasus para pencari suaka asal Myanmar—suku Rohingya yang banyak melarikan diri akibat kemiskinan dan penindasan, Nobel milik Aung San Suu Kyi berbau politis.
“Di Myanmar, ada tokoh namanya Aung San Suu Kyi yang dapat Nobel Perdamaian pada tahun 1991, tapi dia sendiri tidak ada bunyinya. Sebenarnya dia mengerti masalah Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi sehingga dia dapat Nobel Perdamaian tidak sih? Ini kan Nobel politik jadinya,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/5).
Dia pun mengatakan keanggotaan Myanmar dalam ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) harus dipikirkan kembali. Karena, sepertinya persoalan HAM terkait agama minoritas belum mampu diselesaikan negara yang beribukota di Nay Pyi Taw tersebut.
“Sepertinya kita sebagai warga ASEAN harus pikir ulang kepesertaan Myanmar dalam ASEAN, karena nampaknya persoalan HAM terkait agama minoritas tidak bisa diselesaikan, seperti tidak naik kelas, cenderung lepas tangan,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Dia berpandangan, Myanmar belum layak menjadi anggota ASEAN, karena tidak memiliki perhatian pada masalah-masalh HAM terkait agama minoritas. Seharusnya, hal tersebut tidak bisa ditoleransi, termasuk sikap kaum fundamentalis ekstrimis yang saat ini terjadi.
“Udah dibantu seperti apapun masa concern-nya tidak tinggi? Harusnya Myanmar ngotot, soal agama tidak ada urusan. Ini bukan hal yang boleh ditoleransi, termasuk sikap kaum fundamentalis ekstrimis ini,” tutur Fahri.
“Kalau agama lain ribut, tapi kalo orang Islam yang jadi korban tidak pada ribut,” dia menegaskan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...