Tolak Tambang, Warga Desa Kaloy Gugat Bupati Aceh Tamiang
Kekhawatiran yang muncul berupa menurunnya kualitas udara akibat debu hasil dari kegiatan industri semen dan mengeringnya sumber-sumber mata air di sekitar wilayahnya akibat dampak dari kegiatan penambangan bahan baku semen.
ACEH TAMIANG, SATUHARAPAN.COM - Tiga warga asal Kampung Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang menggugat bupati setempat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh, pada hari Jumat (5/8), pekan lalu.
Gugatan dengan nomor 27/G/2016.PTUN-BNA itu dilayangkan atas dasar dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Aceh Tamiang Nomor 541 Tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Rencana Kegiatan Industri Semen Kapasitas Produksi 10.000 Ton/Hari Klinker di Kampung Kaloy Kecamatan Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh oleh PT. Tripa Semen Aceh.
Ngatino (42 tahun) mengaku gugatan itu dilayangkan akibat merasa adanya ancaman atas menurunnya kualitas hidup dirinya dan keluarganya berupa ketiadaan lahan garapan perkebunan karet yang selama ini dia garap akibat dialihkan menjadi wilayah pertambangan dan industri semen.
Selain itu, kata dia, kekhawatiran yang muncul berupa menurunnya kualitas udara akibat debu hasil dari kegiatan industri semen dan mengeringnya sumber-sumber mata air di sekitar wilayahnya akibat dampak dari kegiatan penambangan bahan baku semen.
“Saya sangat tidak rela jika kampung saya hancur hanya gara-gara dirusak oleh adanya kegiatan penambangan semen itu,” kata Ngatino dalam keterangan tertulis yang disampaikan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), hari Selasa (9/8).
Kemudian Sutiadi (43 tahun) juga mengatakan selain tidak ingin membebaskan lahan perkebunan karetnya untuk kegiatan penambangan bahan baku semen dan industri semen, dia juga khawatir dampak dari kegiatan ini dapat mengundang bencana berupa angin kencang.
“Perbukitan Karang Putih yang akan dijadikan lokasi tambang itu bagi masyarakat di Dusun Kaloy merupakan benteng dari angin yang bisa menerpa ke pemukiman penduduk tempat saya tinggal.” Kata Sutiadi.
Senada dengan warga lainnya, Menen (56 tahun) merasa dengan adanya kegiatan penambangan bahan baku semen dan industri semen dikhawatirkan berdampak pada makin seringnya terjadi banjir di kampungnya.
Menurut Menen, kondisi hutan disekitar perbukitan Karang Putih diakui telah rusak akibat adanya kegiatan-kegiatan pembukaan lahan yang berdampak pada limpasan air hujan yang tidak terkontrol.
“Apalagi jika bukit-bukit itu diratakan untuk tambang, bisa saja banjir terus melanda perkampungan kami karena sudah tidak ada lagi penahan-penahan air hujan,” kata Menen.
Adanya Indikasi Manipulasi
Ketiga masyarakat Kampung Kaloy, dalam melakukan gugatan ke Bupati Aceh Tamiang didampingi lima orang kuasa hukum yang tergabung dalam Public Interest Lawyer–Network (PIL-Net) yang berbasis di Pejaten Barat, Jakarta.
Dari hasil pengkajian dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT. Tripa Semen Aceh ditemukan beberapa kejanggalan di antaranya, dua surat hasil kajian teknis yang diterbitkan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Aceh Tamiang untuk kesesuaian lahan rencana kegiatan industri semen PT. Tripa Semen Aceh nomor Nomor 004/I/2015, tanggal 29 Januari 2015 dan Nomor 002/II/2016 tanggal 11 Februari 2016 tidak mencantumkan adanya Kawasan Cagar Alam Geologi.
Dijelaskan salahsatu Kuasa Hukum para penggugat, Riesqi Rahmadiansyah, berdasarkan Qanun Aceh Tamiang Nomor 14 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2012-2032, kawasan yang saat ini ditetapkan sebagai Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Tripa Semen Aceh khususnya pada komoditas Batugamping merupakan Kawasan Lindung Geologi berupa Kawasan Cagar Alam Geologi (Karst).
“Adanya Kawasan Karst di wilayah itu diperkuat dengan adanya laporan-laporan hasil kegiatan ekspedisi LSM KEMPRa dan ISS tentang inventarisir bentukan Karst dan sebarannya,” kata Riesqi.
Temuan lainnya, kata Riesqi, terdapat adanya indikasi pemalsuan dokumen berupa tandatangan masyarakat yang menyatakan dukungan atas hadirnya PT. Tripa Semen Aceh untuk melakukan kegiatan penambangan dan industri semen.
“Dari hasil pemeriksaan dokumen, diketahui bentukan atau karakter tulisan nama-nama dan alamat warga pendukung sama persis. Kita juga sudah memastikan itu dengan adanya pengakuan beberapa orang yang namanya tercantum di dalam dokumen tandatangan itu,” kata Riesqi.
“Begitu pun dengan banyaknya temuan-temuan lainnya yang terdapat dalam dokumen AMDAL, sehingga PIL-Net bertekad untuk memperjuangkan hak-hak para warga terutama penggugat,” dia menambahkan.
Menurut Ketua Tim Kuasa Hukum Para Penggugat, Andi Muttaqien, pihaknya akan berjuang untuk membatalkan Surat Keputuan Bupati Aceh Tamiang No 541 Tahun 2016 tersebut demi menyelamatkan masyarakat dari bencana.
“Ketika dari awal sudah dijalani dengan kecurangan, maka dapat dipastikan akan terus berlanjut dengan kecurangan-kecurangan lainnya yang justru sangat merugikan masyarakat luas,” kata Andi.
Hasil Inventarisir Sebaran Bentukan Karst
Hasil kegiatan inventarisir sebaran dan bentukan Karst oleh ISS (Indonesian Speleological Society) bersama LSM KEMPRa (Kawasan Ekosistem Mangrove Pantai Sumatera), Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan (PSMB-UPN) Veteran Yogyakarta dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) khususnya Pada Formasi Batugamping Kaloy di Kampung Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang diketahui kondisi karst wilayah tersebut sangat produktif terhadap sistem kontrol air bawah permukaan.
Petrasa Wacana dari ISS mengatakan secara geologis, di sepanjang jalur Perbuktian Karang Putih banyak dijumpai batugamping yang sudah termetamorfkan dan batusabak, rekahan-rekahan struktur sudah banyak terisi oleh urat-urat kuarsa akibat proses mineralisasi batuan.
Selain itu banyak pula ditemukan rekahan-rekahan menyebar di sepanjang batuan Formasi Batugamping Kaloi. Beberapa telah terjadi proses deformasi atau tekanan akibat struktur geologi dan membentuk zona-zona hancuran dan menghasilkan pengisian mineral pada rekahan-rekahan batuan. Sebagian batuan mengalami proses metamorfisme antara lain; batupasir gampingan, batulempung dan batulanau.
“Rekahan-rekahan yang terbentuk di batugamping merupakan cikal bakal pembentukan sistem perguaan dan jaringan sungai bawah tanah pada proses pelarutan di batugamping atau di sebut karstifikasi.” Kata Petra sapaan akrabnya.
Menurut Petra, proses Karstifikasi pada Formasi Batugamping di Kampung Kaloi telah terjadi dari saat Perbukitan Karang Putih dan Alur Gajah yang disusun oleh batugamping pejal dikitari oleh serpih, batugamping dan batupasir yang berumur trias. Kemudian proses pelarutan terjadi hingga saat kini.
“Bukti bahwa Formasi Batugamping Kaloi masih berlangsung dapat dilihat dari banyaknya sistem-sistem gua dan sungai bawah tanah yang masih aktif sehingga perkembangan dari proses tersebut telah menghasilkan lorong-lorong gua baik horizontal maupun vertical,” kata Petra.
Kurangnya kajian yang kuat tent ang kawasan karst, kata Petra, berdampak pada kawasan ini dijadikan sebagai objek yang dapat diperdagangkan. Untuk itu perlu dilakukan analisa dampak lingkungan secara menyeluruh.
Dalam analisa dampak lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst jo. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 1456.K/20/MEM/2000 Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars tentang perlu dilakukan penyelidikan, dan penetapan Kawasan Bentang Alam Karst yang bertujuan untuk melindungi, melestarikan dan mengendalikan pemanfaatannya.
“Penyelidikan kawasan Karst di Formasi Batugamping Kaloi dapat dilakukan dengan melakukan penelitian mendalam tentang fungsi-fungsi ekologi kawasan yang mencakup aspek fisik, biotik dan sosial,” kata Petra.
Editor : Eben E. Siadari
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...