Topeng-topeng Sanggarbambu
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Di tengah suasana suka dan duka, Sanggarbambu menyelenggarakan pameran seni rupa bertajuk "Topeng Kreatif" melibatkan berbagai seniman lintas ilmu seni, lintas usia, lintas daerah. Belum lama berselang Sanggarbambu merayakan ulang tahunnya yang ke-59 pada Minggu (1/4), dua anggota seniornya meninggal dunia: sastrawan Danarto dan perupa Y Joko Yuwono. Meski begitu pameran tetap dilaksanakan mengingat sudah menjadi program Sanggarbambu sejak lama.
Pada tahun 1971, Danarto merias seluruh pemain drama "Oedipus Sang Raja" oleh Bengkel teater yang disutradarai oleh WS Rendra dengan topeng. Terinspirasi pada hal tersebut, sudah lama tercetus keinginan Sanggarbambu untuk menyelenggarakan pameran topeng.
"Sanggarbambu pernah membuat pameran topeng pada tahun 1959. Dan penyelenggaraan pameran kali ini menjadi semacam obsesi lama." jelas ketua panitia pameran Topeng, Untung Basuki dalam sambutannya.
Sebanyak tujuh puluh lima seniman-perupa memamerkan karya topengnya di Sanggarbambu yang berada di tempuran (pertemuan dua sungai) Dukuh Brajan, Tamantirto-Kasihan, Bantul. Sebagaimana pameran-pameran sebelumnya, Sanggarbambu memberikan kebebasan pada anggota dan sahabat Sanggarbambu untuk membuat karya topeng.
Pada tahun lalu dengan pola yang sama saat pameran seni rupa di Pendapa Sekolah Menengah Senirupa (SMSR) Yogyakarta pameran diikuti oleh 675 peserta dari berbagai daerah.
"Tidak ada seleksi ataupun kurasi. Semua peserta yang ingin memamerkan karyanya bebas membuat karya dalam ukuran berapapun. Teknik apapun. Medium apapun. Tanpa kuratorial karena semangatnya adalah membangun lingkar persaudaraan sebagaimana semangat Sanggarbambu sebagai tempat pertemuan dan medan persahabatan." kata Untung Basuki kepada satuharapan.com saat pembukaan pameran Minggu (21/4) siang.
Pendapa dan pelataran Sanggarbambu yang berada di pinggir tempuran sungai Bedog menjadi ruang pamer tempat terbuka. Beberapa karya dipajang persis di tepi sungai. Karya tiga dimensi berjudul "Masa Depan" yang dibuat oleh sastrawan-dramawan Liek Suyanto memanfaatkan suku cadang bekas sepeda-sepeda motor serta "Mencari Topeng" karya Eko Sutrisno berbahan botol plastik kemasan bekas dipajang di bawah rumpun bambu pinggir sungai. Dengan menempatkan dua karya topeng tersebut ada dua pesan kuat pada karya tersebut: sungai sebagai salah satu pusat aktivitas masyarakat adalah masa depan yang harus diselematkan. Begitupun saat ingin melihat rupa wajah sebuah masyarakat sesungguhnya, lihatlah bagaimana sungai diperlakukan. Rupa sungai adalah wajah masyarakat yang tidak bisa ditopengi, apakah dirawat-dijaga atau justru ditimbuni dengan berbagai sampah setiap harinya.
Karya topeng berjudul "Mbilung" diletakkan pada sebatang pohon besar dan di bawahnya tiga topeng kepala angsa berbahan kain furing putih diletakkan di sela-sela semak-semak belukar. Dari kejauhan ketiga kepala angsa menjadi pemandangan yang menarik: tiga angsa yang sedang bermain di pinggiran sungai.
Batang dan dahan rerimbunan pohon pun menjadi tempat meletakkan karya yang tidak kalah menariknya. Empat pasang "Topeng Lempung" karya Watie Respati yang dipasang pada pigura, digantung pada dahan sebatang pohon nangka. Selasar pendapa menjadi ruang pamer untuk karya topeng dalam ukuran besar-tinggi, sementara karya-karya topeng berukuran kecil dan rentan terhadap air dipajang di dalam pendapa.
Menarik ketika Sanggarbambu menjadikan tempuran dan pinggiran sungai sebagai tempat-pusat aktivitasnya. Dalam perkembangan peradaban manusia, sungai menjadi salah satu urat nadi yang berperan besar dalam berbagai aktivitas manusia mulai dari pemenuhan kebutuhan air untuk aktivitas manusia, pertanian, perdagangan, hingga hubungan antar bangsa. Sungai telah menopangi kehidupan masyarakat yang hidup di sekitarnya.
Dan ketika Sanggarbambu membuat pameran topeng di tempuran sungai, tentu bukan sekedar merealisasikan sebuah obsesi lama, sekedar menghias pinggiran sungai menjadi sedikit lebih cantik, ataupun sekedar menopengi bantaran sungai dengan karya-karya seni. Pameran topeng Sanggarbambu seolah menyampaikan pesan: ketika masyarakat berusaha untuk menghidupi dan menghidupkan kehidupan sungai, pada saat yang bersamaan sungai pun menawarkan kehidupan yang selaras dengan aktivitas manusia di atasnya.
Ketika Yogyakarta sibuk bersolek mempercantik wilayahnya, pada saat bersamaan Yogyakarta pun sudah seharusnya berbenah atas pemasalahan sosial-lingkungan yang terjadi agar urip-nya menjadi lebih urup bagi masyarakatnya. Dan tidak sekedar menopengi realitas yang kadang jauh dari hingar-bingar kegiatan bersolek itu sendiri.
Pameran seni rupa "Topeng Kreatif" akan berlangsung hingga 29 April 2018.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...