Tren Mode: Kekuatan Lokal akan Mengglobal
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Revolusi tradisi akan mewarnai tren mode 2014. Kekuatan lokal akan mengglobal, menurut perancang mode yang menekuni trend forecasting, Dina Midiani, kepada satuharapan.com melalui layanan pesan singkat, akhir pekan lalu.
“Sesuai trend forecasting yang kami buat, ke depan adalah era tradition revolution. Orang semakin menghargai slow design, proses, craftsmanship, dan itu semua peluang bagi produk kerajinan Indonesia. Tentu kesemua itu tampil dalam inovasi baru,” kata perancang mode yang bergabung dengan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) itu, menambahkan.
Usaha fashion Indonesia, atau lebih luas lagi usaha di bidang mode, semakin semarak beberapa tahun belakangan ini, ditandai dengan penyelenggaraan berbagai pesta mode dan menjamurnya sekolah mode. Selain Indonesia Fashion Week yang digelar bulan Februari, di Indonesia juga dikenal Jakarta Fashion Week yang digelar bulan November, IPMI Trend Show (Oktober atau November), Jakarta Fashion and Food Festival (Mei), serta Indonesia Islamic Fashion Fair (tahun 2013 dilangsungkan bulan Juni, Red).
Di dalam perhelatan mode tersebut, para perancang mode menawarkan koleksi rancangan terbaru di hadapan khalayak pencinta mode dan pengamat. Selain merangkul produsen tekstil, pesta mode akbar seperti Indonesia Fashion Week dan Jakarta Fashion Week juga mengundang buyer, dari dalam negeri ataupun luar negeri.
Di luar pesta mode akbar yang disebut di atas, masih ada pesta mode dalam skala lebih kecil, yang digelar pusat perbelanjaan-pusat perbelanjaan di Jakarta. Beberapa perancang mode papan atas, seperti Biyan Wanaatmadja, Sebastian Gunawan, dan beberapa rumah mode seperti Shafira, Up2Date, Aleira, Batik Keris, rutin menyelenggarakan peragaan busana tahunan.
Dina, tokoh penting Indonesia Fashion Week, mencontohkan pesta mode yang menjadi tanggung jawabnya itu menyatukan berbagai kekuatan. “Kami menampilkannya melalui produk yang mengangkat (kekayaan) lokal dalam gaya global, dan menyajikannya sebagai arahan untuk tren ke depan,” ujar Dina, yang sejak awal berkarya selalu berupaya menampilkan nilai-nilai tradisional dalam cita rasa internasional dalam rancangannya, mulai dari batik, sarung, lurik, dan berbagai tenun.
Di ajang Indonesia Fashion Week, seluruh pemangku kepentingan di sektor yang berkecimpung di mode itu diajak untuk maju dalam satu suara, satu kekuatan. “Itu semua demi menjadikan Indonesia pusat inspirasi mode dunia, memajukan industri mode dan industri-industri lain yang terkait, dan pada akhirnya dapat membawa kesejahteraan bagi bangsa ini,” Dina, salah satu perancang mode Indonesia yang rutin mengikuti Hong Kong Fashion Week itu, menambahkan.
Ia tidak hanya berangan-angan. Demi mewujudkan impian “Indonesia sebagai pusat inspirasi mode dunia” itu, Dina dan teman-teman di APPMI menggandeng pemangku kepentingan lain, yakni Ikatan Perancang Mode Indonesia, desainer independen, pengusaha tekstil dan garmen, serta kalangan pengusaha kecil-menengah. Yang melegakan, kementerian terkait, yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Kementerian Koperasi dan UKM mendukung upaya itu.
Dina mengingatkan, kekayaan alam dan kekayaan budaya Indonesia selama ini menjadi sumber inspirasi yang tak pernah habis. Batik, contohnya, bahkan menginspirasi desainer Swedia Dries van Noten, yang mengolahnya menjadi salah satu koleksinya.
Desainer Nicholas Guesquiere mengeksplorasi kain tenun Bali dan NTT ketika mempersiapkan koleksi musim panas 2008 untuk Rumah Mode Balenciaga.
Kecenderungan lain yang patut jadi pertimbangan, kata Dina, kepedulian lingkungan di dunia mode pun menguat.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...