Trump: AS Mungkin Tuntut Ganti Rugi dari China
Ketegangan AS dan China meningkat sejak perang dagang dan sekarang terkait wabah.
WASHINGNTON DC, SATUHARAPAN.COM-Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyiratkan dia akan mengupayakan ganti rugi dari China terkait pandemi virus corona baru yang dimulai di kota Wuhan, China dan menyebar ke seluruh dunia. Pernyataan ini kemudian memicu tanggapan marah dari Beijing pada hari Selasa (28/4).
Beijing dan Washington telah berulang kali berselisih mengenai wabah itu, dan ketegangan meningkat di antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia. "Kami tidak senang dengan China," kata Trump dalam briefing di Gedung Putih, hari Senin (27/4). "Kami tidak senang dengan seluruh situasi itu, karena kami percaya hal itu bisa dihentikan di sumbernya. Itu bisa dihentikan dengan cepat dan tidak akan menyebar ke seluruh dunia," katanya. Dan ditambahkan bahwa ada banyak pilihan untuk meminta pertanggungjawaban China.
Tentang editorial surat kabar Jerman baru-baru ini yang meminta China membayar Jerman US$ 165 miliar sebagai ganti rugi karena kerusakan ekonomi akibat virus, ketika ditanya apakah AS akan mempertimbangkan untuk melakukan hal yang sama, Trump mengatakan, "kita dapat melakukan sesuatu yang jauh lebih mudah dari itu."
"Jerman melihat hal itu, kami melihat hal itu," katanya. "Kami belum menentukan jumlah akhir," kata Trump.
China Tuduh AS Bohong
Di Beijing, seorang juru bicara kementerian luar negeri pada hari Selasa (28/4) menuduh politisi AS "berbohong", tanpa menyebut nama Trump secara khusus, dan mengabaikan "masalah serius mereka sendiri".
"Politisi Amerika telah berulang kali mengabaikan kebenaran dan mengatakan kebohongan tanpa alasan," kata Geng Shuang pada jumpa pers reguler. "Mereka hanya memiliki satu tujuan: melalaikan tanggung jawab mereka atas tindakan pencegahan dan pengendalian epidemi yang buruk, dan mengalihkan perhatian publik."
Geng mengatakan politisi AS harus "merenungkan masalah mereka sendiri dan menemukan cara untuk mengatasi wabah secepat mungkin."
Virus China dan Keraguan
Hampir satu juta orang terinfeksi, dan lebih dari 56.000 orang meninggal terkait virus corona baru (COVID-19) di AS dan pandemi telah menutup sebagian besar kegiatan perekonomian.
Di China, wabah tampaknya berada di bawah kendali tanpa ada kematian baru yang dilaporkan selama 13 hari berturut-turut dan jumlah korban mencapai 4.633 orang, meskipun beberapa negara telah meragukan apakah data itu akurat.
Trump dan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, membuat marah Beijing bulan lalu dengan berulang kali menyebut "virus China" ketika membahas wabah COVID-19, meskipun mereka kelihatannya membatalkan penggunaan istilah tersebut.
Namun seorang juru bicara kementerian luar negeri di Beijing kemudian mengisyaratkan bahwa militer AS yang membawa virus ke Wuhan, dan memicu pernyataan marah dari Trump bahwa China menyebarkan informasi yang salah. Sejak itu presiden AS telah berulang kali menyerang kurangnya transparansi China dan lambatnya respons awal terhadap wabah tersebut.
Klaim dari AS bahwa virus tersebut sebenarnya berasal dari lembaga virologi di Wuhan dengan laboratorium hayati juga telah dibantah dengan marah oleh China.(AFP)
Editor : Sabar Subekti
Beijing Buka Dua Mausoleum Kaisar Dinasti Ming untuk Umum
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Dua mausoleum kaisar di Beijing baru-baru ini dibuka untuk umum, sehingga...