Trump: Pasukan Turki di Libya Persulit Perdamaian
Drone Turki Dotembak, LNA mobilisasi warga sipil untuk perlawanan.
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Tentara Nasional Libya (LNA) mengumumkan pada hari Kamis (2/1) bahwa sistem pertahanannya telah menembak jatuh pesawat tanpa awak (drone) Turki di sekitar Ain Zara di Tripoli selatan, menurut laporan televisi Al-Arabiya. Namun tidak ada laporan rincian lebih lanjut.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, membahas situasi di Libya dan Suriah dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dalam pembicaraan telepon hari Kamis, setelah parlemen Turki mengesahkan RUU yang memungkinkan pengerahan pasukan ke Libya untuk menopang pemerintah yang didukung PBB di Tripoli.
Juru bicara Gedung Putih, Hogan Gidley, dikutip kantor berita MENA, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Trump mengatakan kepada Erdogan bahwa "campur tangan asing memperumit situasi di Libya".
Pernyataan itu menambahkan bahwa kedua pemimpin sepakat tentang perlunya de-eskalasi di Idlib Suriah untuk melindungi warga sipil, sehari setelah delapan orang tewas dalam serangan rudal Suriah di provinsi itu.
Mobilisasi Warga Sipil
Tentara Nasional Libya (LNA) yang berbasis di timur negara itu mengatakan mereka telah meminta warga untuk mengangkat senjata melawan pasukan Turki jika mereka mengerahkan pasukan untuk melawan mereka dalam perang saudara yang sedang berlangsung di negara itu.
Pernyataan itu muncul segera setelah parlemen Turki mengizinkan penempatan pasukan ke Libya untuk mendukung saingan mereka, pemerintah yang didukung PBB di Tripoli.
Dalam sebuah pernyataan di Twitter, LNA, yang dipimpin oleh komandannya, Jenderal Khalifa Haftar, mengatakan itu adalah "tugas" rakyat untuk berjuang untuk melindungi tanah air, seperti dikutip AP.
Pihak berwenang Libya di timur telah beberapa kali sepanjang perang mendorong warganya untuk mengangkat senjata dan menjadi sukarelawan untuk pasukan polisi atau militer. Milisi bertempur di kedua sisi dalam konflik Libya yang sedang berlangsung.
Pemerintah pimpinan Perdana Menteri Fayez Sarraj yang berbasis di Tripoli menghadapi serangan oleh rezim saingannya di timur dan pasukan yang setia kepada Haftar. Pertempuran itu mengancam akan menjerumuskan Libya ke dalam kekacauan hebat seperti pada konflik tahun 2011 yang menumbangkan dan membunuh diktator lama Moammar Gadhafi.
Pertempuran di sekitar Tripoli meningkat dalam beberapa pekan terakhir setelah Haftar mendeklarasikan pertempuran "final" dan menentukan untuk ibukota. Dia mendapat dukungan dari Uni Emirat Arab dan Mesir, serta Prancis dan Rusia, sementara pemerintah yang berbasis di Tripoli menerima bantuan dari Turki, Qatar dan Italia.
Persetujuan parlemen Turki untuk penempatan militer dilakukan di tengah peningkatan kerja sama antara negara itu dan pemerintah yang didukung PBB di Tripoli. Eskalasi baru-baru ini terjadi menjelang pembicaraan damai di Jerman awal tahun ini antara pihak-pihak yang bertikai.
Ghassan Salame, utusan PBB untuk Libya, mengatakan pasukan Turki di lapangan akan semakin mengganggu peluang perdamaian di masa depan. Namun ia masih mengharapkan pembicaraan di Jerman akan berlangsung pada pertengahan Januari. Dia mengatakan gangguan oleh kekuatan regional berarti bahwa Libya dapat kehilangan kendali atas nasib negara mereka.
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...