Trump Prioritaskan Orang Kristen yang Teraniaya
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Presiden Amerika Serikat, Donald John Trump, menerbitkan perintah eksekutif terkait program pengungsi dan kebijakan imigrasi, yang antara lain memprioritaskan imigran Kristen yang teraniaya dan minoritas di negaranya.
Pada saat yang sama instruksi itu menghentikan selama 120 hari seluruh program penerimaan pengungsi ke AS, dan melarang untuk sementara waktu masuknya imigran dari tujuh negara Muslim (Iran, Irak, Suriah, Yaman, Sudan, Libya dan Somalia. Kebijakan ini telah mendatangkan kritik dari dalam dan luar negeri AS.
Perintah eksekutif itu ia umumkan pada hari Jumat (27/1),
Pada hari yang sama, ketika ia diwawancarai oleh David Brody dari Christian Broadcasting Network, Trump mengatakan orang-orang Kristen Suriah yang ingin mendapatkan status pengungsi di AS telah diperlakukan secara tidak adil, kontras dengan perlakuan terhadap Muslim Suriah.
"Terkait program pengungsi, atau perubahan soal pengungsi yang akan Anda buat.Yang berkaitan dengan orang Kristen yang dianiaya, apakah Anda melihat mereka sebagai jenis prioritas di sini?" tanya Brody.
"Ya," jawab Trump.
"Mereka telah diperlakukan dengan mengerikan," kata Trump.
"Apakah Anda tahu bahwa jika Anda seorang Kristen dari Suriah maka Anda tidak mungkin, atau setidaknya akan sangat sulit untuk masuk ke Amerika Serikat? Jika Anda adalah seorang Muslim Anda bisa datang, tapi jika Anda seorang Kristen, itu hampir mustahil dan alasan yang sangat tidak adil.... Jadi kita akan membantu mereka, " kata Trump, dilansir dari USA Today.
Trump mengatakan perintah eksekutif yang ia tanda tangani pada hari Jumat itu bertujuan untuk melindungi Amerika dari serangan teroris, khususnya pengungsi Suriah, yang menurutnya "merugikan kepentingan Amerika Serikat."
Dengan memberhentikan program pengungsi, perintah eksekutif Trump meminta adanya perubahan untuk "memprioritaskan permohonan status pengungsi yang dibuat oleh individu atas dasar penganiayaan berbasis agama, asalkan agama individu yang memohon itu adalah agama minoritas di negaranya."
Berbagai kritik dilontarkan menyusul terbitnya perintah eksekutif tersebut dan komentar Trump tentang pengungsi Kristen yang diperlakukan tidak adil. Salah satu kritik adalah soal data. Jika Trump mengatakan pengungsi Kristen sulit masuk ke AS, menurut data Pew Research Center, pada tahun fiskal 2016 ada 37.521 pengungsi Kristen yang memasuki AS. Sedangkan pengungsi Muslim yang masuk pada tahun itu sebanyak 28.901 orang.
Namun bila yang dimaksud adalah pengungsi Suriah, menurut data Pew, ada 12.587 pengungsi Suriah yang masuk ke AS, 99 persen adalah Muslim dan kurang dari 1 persen adalah Kristen. Namun perlu dicatat, populasi Suriah adalah 87 persen Muslim dan 10 persen Kristen, menurut CIA World Factbook.
Para kritikus juga mengkhawatirkan kebijakan baru Trump karena perintah itu berpotensi melakukan pelanggaran atas jaminan kebebasan beragama yang diamanatkan oleh Amandemen Pertama.
The International Rescue Committee menyebut perintah eksekutif Trump berbahaya. Sedangkan American Civil Liberties Union menjulukinya eufemisme terhadap diskriminasi Muslim. Raymon Offensheiser, presiden lembaga amal Oxfam mengatakan kebijakan itu akan mengancam keluarga-keluarga di seluruh dunia yang diperintah oleh pemerintah otoriter.
Offensheiser mengatakan pengungsi yang paling terdampak dari keputusan Trump adalah orang-orang paling rapuh di dunia --perempuan, anak-anak, dan orang dewasa -- yang pada dasarnya ingin menemukan tempat yang aman untuk hidup setelah melarikan diri dari kekerasan dan kerugian harta benda di negaranya.
Editor : Eben E. Siadari
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...