Trump: Proposal Perdamaian Peluang Yang Baik
Pihak Palestina akan Menolak dan Menuduh Menguntungkan Israel
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengatakan pada hari Senin (27/1) bahwa Palestina menolak usulan perjanjian perdamaian Timur Tengah, namun ia berharap mereka pada akhirnya akan menyetujui cetak biru rencana Gedung Putih itu yang akan diumumkan setelah pertemuan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan penantang utamanya, Benny Gantz.
Pertemuan tersebut diadakan hanya sebulan sebelum Netanyahu dan Gantz dijadwalkan untuk berhadapan dalam pemilihan nasional untuk ketiga kalinya dalam waktu kurang dari satu tahun, dan di tengah keraguan apakah rencana tersebut memiliki peluang untuk berhasil. Orang-orang Palestina belum pernah dilibatkan dalam konsultasi tentang hal itu dan sebelumnya telah menolak proposal apa pun dari Gedung Putih yang dianggapnya bias terhadap Israel.
Tetapi Trump mengatakan bahwa ia mengharapkan bahwa meskipun orang-orang Palestina akan mengatakan tidak pada rencana yang akan dirilis pada hari Selasa (28/1) waktu setempat, mereka diam-diam akan bernegosiasi.
"Itu adalah sesuatu yang seharusnya mereka inginkan," kata Trump di Kantor Oval dengan Netanyahu. "Mereka mungkin tidak akan menginginkannya pada awalnya. Saya pikir pada akhirnya mereka akan melakukannya. Saya pikir pada akhirnya mereka akan menginginkannya. Ini sangat baik untuk mereka."
Trump menyebut proposal itu "peluang" yang hebat, tetapi tidak akan membahas detilnya lebih lanjut. Hal itu telah lama tertunda karena situasi politik yang tidak menentu di Israel. Dia menolak untuk menjawab pertanyaan apakah itu termasuk pencaplokan Israel di bagian Tepi Barat. “Kami akan menunjukkan rencana. Itu sudah dikerjakan oleh semua orang dan kita akan melihat apakah itu berhasil atau tidak. Jika itu berhasil, itu akan menjadi luar biasa dan jika tidak, kita juga bisa hidup dengannya. Tapi saya pikir itu mungkin memiliki peluang,” katanya.
Diduga Menguntungkan Israel
Usulan itu diharapkan akan sangat menguntungkan bagi Israel, dan Netanyahu telah menyambutnya sebagai kesempatan untuk "membuat sejarah" dan menetapkan perbatasan akhir Israel.
Menjelang pemungutan suara 2 Maret, Netanyahu telah menyerukan untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat dan memaksakan kedaulatan Israel pada semua pemukiman di sana. Israel merebut Tepi Barat dalam perang Timur Tengah 1967, dan Lembah Yordan, khususnya dianggap sebagai aset keamanan yang vital.
Sementara itu, laporan di media Israel berspekulasi tentang rencana Trump yang dapat mencakup kemungkinan aneksasi wilayah besar yang diupayakan Palestina untuk negara merdeka di masa depan. Persetujuan Amerika dapat memberi Netanyahu alasan untuk terus maju dengan langkah yang dia lawan ambil selama lebih dari satu dekade berkuasa.
Menyertakan permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki akan menarik bagi pendukung nasionalis garis keras Netanyahu, tetapi hampir pasti akan memundurkan kelangsungan hidup negara Palestina yang merdeka dan kemungkinan membuat marah tetangganya, Jordania. Pada tahun 1994, Israel dan Yordania menandatangani perjanjian damai, yang kedua antara Israel dan tetangga-tetangganya di Arab setelah Mesir. Netanyahu mengundang beberapa pemimpin pemukim untuk bergabung dengannya di Washington untuk peluncuran rencana tersebut.
Ditolak Palestina
Perdana Menteri Palestina, Mohammad Shtayyeh, mengecam proposal yang masih belum diterbitkan itu, pada hari Senin (27/1) di Ramallah, dengan mengatakan itu "tidak merupakan dasar untuk menyelesaikan konflik." Dia mengatakan rencana itu melanggar hukum internasional dan "berasal dari sebuah partai yang telah kehilangan kredibilitasnya," untuk menjadi broker yang jujur ââdalam proses politik yang serius dan asli."
Seorang pejabat Palestina mengatakan bahwa Presiden Otorita Palestina, Mahmoud Abbas, telah menolak tawaran dari para mediator dalam beberapa pekan terakhir untuk mengatur pembicaraan telepon dengan Trump. Pejabat itu berbicara dengan syarat anonim karena dia sedang membahas masalah diplomatik rahasia. Juru bicara Abbas juga meminta duta besar negara-negara Arab yang telah diundang ke Gedung Putih hari Selasa (28/1) untuk memboikot acara tersebut.
Pemerintahan Trump mengambil beberapa langkah dalam beberapa tahun terakhir yang membuat marah rakyat Palestina. Itu termasuk mengakui kota Yerusalem yang diperebutkan sebagai ibu kota Israel dan memindahkan Kedutaan Besar AS di sana, menutup kantor-kantor diplomatik Palestina di Washington dan memotong dana untuk program-program bantuan Palestina. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...