Turki Pasca Kudeta Yang Gagal
SATUHARAPAN.COM - Kudeta oleh faksi militer di Turki yang gagal pada Jumat (15/7) tampaknya dijadikan alasan yang kuat bagi pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk membersihkan semua penetang dan pengritiknya. Hal ini juga untuk memperluas kekuasaannya.
Erdogan telah memimpin Turki selama 12 tahun sebagai perdana menteri, dan sejak 2014 menjadi presiden. Sekarang Erdogan tengah berjuang agar Turki mengubah sistem pemerintahannya dengan sistem presidensial, yang berarti kekuasaan ada di tangan dia, dan bukan perdana menteri.
Upaya itu dilakukan dengan menggantikan perdana menteri dari Ahmed Davutoglu ke tangan Binali Yildirim melalui perubahan kepemimpinan di dalam partainya, AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan, yang berbasis pada Islam). Perubahan kepemimpinan di AKP itu mencerminkan bahwa Erdogan adalah pemimpin sebenarnya di partai itu.
Hal ini makin nyata ketika terpilih, pernyataan pertama Yildirim adalah tentang perubahan sistem pemerintahan menjadi presidensial, bahkan menyatakan Erdogan adalah AKP dan pemimpin Turki. Masalah ini sekarang tengah dalam perdebatan di parlemen, karena akan menyangkut perubahan dalam konstitusi.
Pembersihan Lawan Politik
Upaya pembersihan lawan politik telah dilakukan oleh Erdogan dalam beberapa tahun terakhir ini, terutama yang ditujukan kepada para pendukung dan kekuatan rivalnya, Fetullah Gulen. Akademisi, seminan, jurnalis, dan para pihak yang kritis terhadap Erdogan sering dicap sebagai pengikut Gulen.
Pembersihan ini bahkan dilakukan dengan penyerangan dan pengambil-alihan media yang dituduh mendukung Gulen, antara lain harian Zaman dan Cumhurriyet. Erdogan menggunakan kekuasaan yudikatif membawa pemimpin redaksi dan editor media tersebut ke pengadilan. Gulen sendiri telah dijatuhi hukuman penjara 23 tahun.
Erdogan juga menggunakan kekuasaan pada otorita keuangan dengan mengambil alih bank yang memberi pinjaman pada kelompok Gulen, Bank Asya. Bank ini didirikan oleh pengikut Gulen pada 1963. Tahun lalu bank ini diambil alih dan berada dalam pengelolaan oleh pemerintah.
Kudeta yang gagal pada pekan lalu merupakan jalan lebar bagi Erdogan untuk membersihkan istitusi militer. Awal pekan ini sekitar 2.700 jaksa dan hakim diberhentikan, dan hampir 7.000 anggota militer juga ditahan, termasuk di antara mereka adalah puluhan perwira menengah dan sembilan jenderal. Bukan hanya itu, sejumlah gubernur dikabarkan juga akan diganti.
Perdebatan Negara Sekuler
Turki dalam pemerintahan Erdogan sebenarnya diakui cukup berhasil dalam memperbaiki ekonomi negara itu. Namun dalam politik menyisakan sejumlah masalah dan perdebatan, terutama yang berpusat pada konstitusi Turki sebagai negara sekuler, bukan negara Agama.
Perbedaan Erdogan dan Gulen, yang semula adalah sekutu politik dalam AKP, adalah tentang masalah Turki sebagai negara Sekuler (memisahkan kekuasaan negara dengan agama). Dan Gulen sendiri dikenal sebagai ulama Sunni yang moderat.
Kritikan makin tajam kepada Erdogan juga terkait dengan masalah hak asasi manusia dan penegakkan hukum, terutama pada kebebasan berpendapat. Penangkapan dan pengadilan terhadap jurnalis, akademisi dan seniman yang kritis dinilai sebagai kemunduran Turki dalam demokrasi. Apalagi belakangan parlemen yang dikuasai AKP mencabut kekebalan hukum anggota parlemen yang memungkinkan politisi yang pendapatnya dinilai diduga kelompok pemberontak Kurdi bisa diberhentuikan dan dihukum.
Turki sendiri telah mendapatkan kritikan tajam dari dalam negeri maupun internasional tentang kemerosotan dalam demokrasi dan HAM, dan yang merupakan salah satu alasan mengapa Turki, yang sangat berharap, tetapi belum bisa diterima bergabung dengan Uni Eropa.
Setelah kudeta yang gagal pekan lalu, Erdogan tampaknya memperoleh memontum untuk membersihkan pengitiknya, terutama untuk melucuti kelompok Gulenist. Hal ini yang kemungkinan akan memudahkan Erdogan membawa Turki menuju sistem presidensial untuk memperkuat kekuasaannya.
Bersamaan dengan itu, sebagaimana banyak diungkapkan oleh analis di berbagai media internasional, bahwa Erdogan berupaya memperkuat AKP diduga untuk membawa perubahan Turki bergeser dari negara sekuler menjadi negara Islam.
Editor : Sabar Subekti
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...