Turki Penjarakan Politisi Karena Menyebut Erdogan Musuh Perempuan
ANKARA, SATUHARAPAN.COM- Seorang mantan anggota parlemen Kurdi yang dipenjara di Turki atas tuduhan terorisme telah dijatuhi hukuman penjara tambahan karena menghina Presiden Recep Tayyip Erdogan, kata dua pengacaranya.
Sebahat Tuncel dijatuhi hukuman pekan lalu selama 11 bulan dan 20 hari karena menyebut Erdogan sebagai musuh Kurdi dan perempuan dalam pidatonya pada tahun 2016, salah satu pengacaranya membela itu sebagai kritik yang sah terhadap lawan politik.
Tuncel pernah bertugas di parlemen Turki untuk Partai Demokrat Rakyat Kurdi (HDP) yang pro Kurdi. Pengacaranya mengatakan bahwa kata-katanya telah diambil di luar konteks "Terdakwa mengatakan bahwa presiden adalah musuh perempuan dan Kurdi," kata pengacara itu, Sivan Cemil Ozen. Pernyataannya adalah "kritik terhadap saingan politik, yang berada dalam batas-batas kebebasan berekspresi," katanya dilaporkan Reuters.
Dalam sidang bulan Juli, Tuncel membantah tuduhan itu, mengatakan dia harus bisa mengkritik lawan politik. Tuduhan terhadapnya adalah upaya untuk "mencegah kebebasan dan pemikiran, ekspresi dan organisasi, terutama kebebasan berpolitik," katanya.
Tahun lalu, Tuncel divonis penjara 15 tahun karena menyebarkan propaganda teroris dan tergabung dalam Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang dilarang di Turki, dan dicap sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Dia membantah tuduhan itu.
Tuduhan menghina presiden bisa diancam dengan hukuman penjara maksimal empat tahun. Kasus-kasus seperti itu naik 30% pada 2019, dengan 26.115 orang diselidiki, sekitar 5.000 menghadapi sidang pengadilan dan 2.462 dipenjara, menurut data dari kementerian kehakiman.
Lebih dari 3.800 orang di Turki menerima hukuman penjara pada tahun 2019 karena menghina Erdogan, menurut media Turki pekan lalu. Karena penangkapan terus meningkat selama empat tahun terakhir, organisasi hak asasi manusia telah meminta Turki untuk mengakhiri penuntutan atas tindakan "menghina presiden," dan menuduh pemerintah menggunakan undang-undang tersebut untuk membungkam suara-suara yang tidak setuju.
Erdogan dan Hak Perempuan
Tuncel, seorang politikus Turki asal Kurdi, telah digambarkan di media Turki sebagai aktivis hak-hak perempuan. Karakterisasi presiden Turki sebagai "misoginis" menyusul dua pidato kontroversial yang dibuat oleh Erdogan pada 2014 dan 2016.
Erdogan mengatakan di depan umum pada tahun 2014 bahwa perempuan tidak sama dengan pria, dan dua tahun kemudian mengatakan bahwa perempuan yang menolak menjadi ibu adalah "kekurangan" dan "tidak lengkap," seperti dilaporkan Al Arabiya.
Presiden juga mendesak perempuan Turki untuk memiliki setidaknya tiga anak dan telah mengusulkan pembatasan akses ke pil pencegah kehamilan dan operasi caesar.
Musim panas ini, Partai Keadilan dan Pembangunan pimpinan Erdogan yang berkuasa, yang dikenal sebagai AKP, mendapat kecaman karena memperdebatkan apakah Turki harus menarik diri dari perjanjian kekerasan dalam rumah tangga Eropa yang dikenal sebagai Konvensi Istanbul, yang bertujuan untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan.
Pembangkang atau Teroris?
Tuncel sebelumnya menjabat sebagai anggota parlemen Turki, dia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara pada tahun 2019 atas tuduhan menjadi anggota organisasi teroris.
Undang-undang anti terorisme Turki telah digunakan secara luas oleh sistem peradilan untuk menindak para pembangkang menyusul kudeta yang gagal pada tahun 2016 terhadap pemerintah Erdogan.
Organisasi hak asasi manusia telah memperingatkan bahwa undang-undang tersebut tidak jelas dan salah digunakan untuk membungkam lawan politik. "Investigasi kriminal dan penuntutan di bawah undang-undang anti terorisme... terus digunakan, jika tidak ada bukti pelanggaran kriminal, untuk membungkam perbedaan pendapat yang nyata atau yang dirasakan," menurut Amnesty International.
Editor : Sabar Subekti
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...