Turki: RUU Yang Membebaskan Pemerkosa Diprotes
ANKARA, SATUHARAPAN.COM - Sebuah rancangan undang-undang di Turki yang akan membatalkan tuntutan pada pria atas penyerangan seks pada anak, jika pelaku menikahi korban memicu kemarahan warga pada hari Jumat (18/11). Para kritikus menuduh pemerintah mendorong pemerkosaan anak di bawah umur.
Oposisi, selebriti, dan bahkan sebuah asosiasi yang wakil ketuanya adalah putri dari Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menyatakan peringatan dan akan bergerak menentang.
Namun pemerintah menegaskan bahwa undang-undang itu terkait dengan kebiasaan yang tersebar luas dari pernikahan anak dan kritik yang dilontarkan dinilai sebagai distorsi yang bertujuan kasar.
Langkah-langkah untuk pengesahan RUU itu telah disetujui dengan disampaikan ke parlemen pada hari Kamis (17/11) dan akan dilakukan pemungutan setelah debat kedua dalam beberapa hari mendatang, menurut laporan AFP.
Jika disahkan, hukum itu akan memungkinkan pembebasan hukuman penjara bagi laki-laki bersalah yang menyerang seorang perempuan jika perbuatan itu dilakukan tanpa "paksaan, ancaman, atau pembatasan lainnya, dan persetujuan" dan jika pelaku "menikahi korban".
Usia legal pernikahan di Turki adalah 18 tahun, tapi pernikahan anak tersebar luas, terutama di wilayah tenggara.
Para demonstran terpusat di Istanbul. Mereka merobek salinan rancangan undang-undang yang diusulkan dan mengacungkan slogan berbunyi "perkosaan adalah kejahatan terhadap kemanusiaan".
"Sampai dia 18 (tahun), anak tetap anak, itu sebabnya ini harus dihukum," kata pengunjuk rasa, Fadik Temizyurek, seperti dikutip AFP.
RUU itu dibawa ke parlemen oleh partai yang berkuasa, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Recep Tayyip Erdogan.
"AKP mendorong mengampuni mereka yang menikah dengan anak yang diperkosa," kata seorang anggota parlemen dari oposisi, Partai Rakyat Republik (CHP), Ozgur Ozel.
Sebuah petisi melalui internet mendesak pihak berwenang untuk memblokir rancangan undang-undang itu, dan telah menerima lebih dari 600.000 tanda tangan.
Alasan Pemerintah
Asosiasi Perempuan dan Demokrasi (Kadem) yang wakil ketuanya putri Erdogan, Sumeyye Erdogan Bayraktar, mengatakan masalah terbesar dari RUU itu adalah membuktikan secara hukum apa yang merupakan kekuatan atau persetujuan.
"Bagaimana bisa 'kehendak sendiri' dari seorang gadis muda bisa diidentifikasi? Kami ingin menarik perhatian terhadap isu-isu yang mungkin timbul dalam kasus jika UU itu berlaku."
Sementara itu, Perdana Menteri Turki, Binali Yildirim, mengatakan langkah tersebut hanya akan diterapkan pada masa lalu, yang berlaku untuk pelanggaran yang dilakukan sebelum 11 November 2016.
"Ada orang yang menikah sebelum mencapai usia hukum. Mereka tidak tahu hukum," katanya kepada wartawan di Ankara. Dia menambahkan bahwa langkah tersebut bertujuan untuk "menyingkirkan ketidakadilan ini".
Dia mengatakan bahwa klaim hukum itu akan de-facto melegalkan pemerkosaan sebagai "benar-benar palsu."
Menteri Kehakiman, Bekir Bozdag, mengatakan pernikahan yang melibatkan anak di bawah umur yang "sayangnya merupakan realitas" di Turki, tetapi orang-orang yang terlibat "tidak memperkosa atau sebagai agresor seksual." Dia mengatakan langkah itu akan mempengaruhi sekitar 3.000 keluarga.
Para pemrotes menuduh pemerintah tidak berbuat cukup untuk membasmi praktik kejahatan seksual, tetapi lebih tertarik dalam meningkatkan laju kelahiran.
Gauri van Gulik, Wakil Eropa Direktur Amnesty International, mengatakan RUU itu mengirimkan "pesan yang salah dan dapat menyebabkan penyalahgunaan lebih lanjut. Tidak mungkin ... menjamin bahwa ada persetujuan yang penuh dari gadis itu, bukan hanya dari keluarganya," katanya.
Editor : Sabar Subekti
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...