Turunnya Harga Minyak Rugikan Ekonomi Texas
TEXAS, SATUHARAPAN.COM – Salah satu negara bagian di Amerika Serikat (AS), Texas diperkirakan merasakan kerugian turunnya harga minyak light sweet pada 2015 mendatang.
“Kami pikir, Texas akan merasakan dampak negatifnya di 2015, dan ini berisiko membawa wilayah ini ke dalam resesi,” kata Kepala Ekonom JP Morgan Chase, Michael Feroli seperti tertuang dari CNN, Sabtu (20/12).
Mulai 2010 hingga 2014 melimpahnya produksi light sweet mendongkrak perekonomian AS, terutama Texas.
Namun sekarang, saat harga minyak light sweet produksi AS turun hingga 55 dolar AS per barel, industri shale jadi suram. Shale dalam Bahasa Indonesia banyak diterjemahkan sebagai batuan serpih atau lempung. Ini merujuk pada batuan atau lapisan lempung yang berisi minyak atau gas alam.
Berbekal teknologi baru untuk membuka shale gas dan shale oil, AS berpotensi menyalip Rusia untuk menjadi produsen gas alam terbesar di dunia. Pada 2020, AS diperkirakan menjadi produsen minyak mentah terkemuka dunia juga. Melonjaknya pasok gas dan minyak dari AS, ditengarai turut menurunkan harga minyak dunia dewasa ini.
Namun seiring dengan penurunan harga minyak, Feroli mengungkapkan bahwa sejumlah perusahaan pengeboran minyak berencana mengurangi investasi dan memangkas jumlah karyawan.
“Bagi Texas ini bahaya, karena ekonomi di negara bagian tersebut sangat bergantung pada minyak,” Feroli menambahkan.
Texas memang menjadi produsen minyak dominan di AS. Wilayah ini memegang porsi 40 persen dari seluruh produksi minyak di AS. Pada Juni 2014, saat harga minyak 100 dolar AS per barel, Texas untung. Tapi sekarang harga turun 50 persen membuat wilayah ini merugi.
Bila Texas resesi, maka ini akan mendinginkan pasar properti yang panas, namun akan menimbulkan masalah pada bank yang beroperasi di wilayah tersebut.
Pada awal 2014 minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) harganya melonjak dari 2,41 dolar AS menjadi 56,52 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Februari, patokan internasional, berada pada 61,38 dolar AS per barel di London, naik 2,11 dolar AS.
“Saya pikir fakta-fakta yang telah mendorong kita ke terendah lima tahun masih menjadi penggerak utama di pasar, mereka kelebihan pasokan global dan kondisi ekonomi (melemah) di Tiongkok dan Eropa membatasi permintaan minyak mentah,” kata Gene McGillian dari Tradition Energy dalam catatan pasarnya.
Sebelumnya, Ketua The Federal Reserve atau bank sentral AS, Janet Yellen, menegaskan penurunan harga minyak dunia berdampak baik bagi perekonomian AS.
Ia meyakini, “penurunan harga minyak yang tampak sejauh ini secara bersih akan positif bagi perekonomian,” kata Yellen dalam sebuah konperensi pers di Washington.
"Pasti positif dampaknya bagi para keluarga dan rumah tangga,” tambah dia. “Hal itu membuat lebih banyak uang di saku mereka, karena mereka membelanjakan lebih sedikit uang untuk bensin dan energi, dan dalam pengertian itu, seakan-akan mereka mendapat keringanan pajak dan itu akan menoddorong daya beli.”
Yellen mengakui rendahnya harga minyak dapat mendorong menurunnya kegiatan pertambangan minyak dan turunnya investasi. “Tetapi secara neraca, saya melihat bahwa perkembangan ini positif bagi perekonomian AS,” tutur dia.
(cnn.com/afp.com/wsj).
Editor : Eben Ezer Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...