UE: Menangis dan Bela Sungkawa Bukan Solusi Masalah Imigran
BRUSSELS, SATUHARAPAN.COM - Uni Eropa (UE) mengecam negara-negara anggotanya karena tidak melakukan upaya yang cukup untuk menghentikan arus imigran ke pantai selatan, dan menyebut penyampaian bela sungkawa terkait kematian terbaru bukan pengganti aksi.
"Migrasi bukanlah topik yang populer atau menarik. Sangat mudah untuk menangis di depan televisi Anda ketika menyaksikan tragedi ini. Namun lebih sulit untuk bersikap dan mengambil tanggung jawab," kata pejabat Uni Eropa dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (6/8).
"Yang kami butuhkan sekarang adalah keberanian kolektif untuk menindaklanjuti dengan tindakan konkret dari kata-kata yang telah disampaikan karena kalau tidak maka hanya merupakan omong kosong," kata pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh Wakil Presiden Pertama Frans Timmermans, kepala urusan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini dan Komisaris Migrasi Dimitris Avrampoulos.
Pernyataan itu disampaikan pascabencana terbaru, saat sekitar 200 imigran dikhawatirkan tenggelam setelah kapal nelayan reyot mereka tenggelam di lepas pantai Libya pada hari Rabu, ketika mereka mencoba untuk menyeberang Mediterania.
Perahu itu diyakini telah membawa lebih dari 600 orang ketika mengalami kesulitan.
Lebih dari 2.000 orang tewas di laut tahun ini sementara hampir 190 ribu harus diselamatkan saat mereka menyeberang.
Italia, Yunani dan Malta telah menanggung beban terberat banjir imigran dan Roma telah memimpin tuntutan agar mitra-mitra Uni Eropa berbuat lebih banyak untuk berbagi beban.
April lalu, setelah bencana yang lebih buruk yang diperkirakan telah mengklaim nyawa 800 imigran, 28 pemimpin Uni Eropa sepakat untuk mengambil tindakan mendesak guna meningkatkan upaya penyelamatan di laut dan mencoba menghentikan masalah pada sumbernya, termasuk penggunaan aksi militer secara terbatas terhadap pelaku perdagangan manusia di Libya.
Namun, kelompok negara itu bulan lalu gagal mencapai kesepakatan tentang cara mendistribusikan 40 ribu imigran, yang sebagian besar merupakan warga negara Suriah dan Eritrea dari Italia dan Yunani --yang telah kelebihan imigran.
Negara-negara anggota menawarkan untuk menerima sekitar 32 ribu pengungsi serta 22.500 pencari suaka Suriah, yang saat ini berada di kamp-kamp di luar Uni Eropa.
Mengingat jumlah yang terlibat dan skala pergolakan di Afrika Utara dan Timur Tengah, banyak yang percaya aksi itu tak mampu mengatasi masalah.
Dalam pernyataan mereka, tiga pejabat UE itu mengatakan meskipun UE menjalankan upaya, "itu tidak cukup dan tidak akan pernah cukup untuk mencegah semua tragedi".
"Tidak ada jawaban yang sederhana, atau tunggal, atas tantangan yang ditimbulkan oleh migrasi ... tidak juga bisa negara anggota secara efektif menangani masalah migrasi saja. Hal ini jelas bahwa kita perlu pendekatan baru yang lebih bernuansa Eropa."(AFP/Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...