UGM Mengajukan Panduan Mitigasi Bencana Berstandar ISO
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Universitas Gadjah Mada (UGM), mengajukan panduan mitigasi tanggap bencana berstandar internasional pada pertemuan "International Organization for Standardization (ISO) TC-292" di Edinburgh, Skotlandia 5-9 September 2016. Pengajuan ISO, diharapkan dapat menjadi panduan bagi komunitas dan pemangku kepentingan di seluruh dunia, untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan melakukan upaya mitigasi sebelum bencana, dan mampu memberikan respons yang tepat dan cepat saat bencana terjadi.
Peneliti UGM ikut menghadiri pertemuan ISO TC-292 di Edinburgh, Skotlandia 5-9 September 2016. Beberapa peneliti UGM tersebut diantaranya, Prof. Dwikorita Karnawati (ketua delegasi), Teuku Faisal Fathani (UGM), dan Wahyu Wilopo (UGM). Selain mereka bergabung pula, Lilik Kurniawan (Direktur Pengurangan Risiko Bencana BNPB), I Nyoman Supriatna (Kepala Pusat Standarisasi BSN), dan Firza Gozalba (BNPB).
Dalam pers rilisnya, Wahyu Wilopo mengatakan acara ISO-TC292 tahun ini dihadiri oleh 43 negara sebagai anggota kelompok kerja dalam penyusunan standar serta 14 negara sebagai pengamat.
“Pengajuan ISO ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi komunitas dan pemangku kepentingan di seluruh dunia untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan melakukan upaya mitigasi sebelum bencana, dan mampu memberikan respons yang tepat dan cepat saat bencana terjadi,” kata Wahyu, hari Rabu (7/9), seperti dikutip dari situs ugm.ac.id.
Wahyu mengatakan, bencana gerakan tanah memiliki sebaran yang cukup luas di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia. Berdasarkan data BNPB tahun 2016, terdapat sekitar 40 juta penduduk yang berpotensi terancam bahaya gerakan tanah. Mitigasi bencana perlu dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban akibat bahaya gerakan tanah. Upaya mitigasi bencana gerakan tanah dapat dilakukan secara struktural maupun non-struktural.
“Pada penerapannya, upaya pengurangan risiko bencana yang efektif dilakukan yakni dengan mitigasi non-struktural,” katanya.
Mitigasi non-struktural, dilakukan dengan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat lewat penerapan sistem peringatan dini.
Penerapan sistem peringatan dini sejalan dengan Kerangka Aksi Sendai 2015-2030 dengan 4 (empat) prioritas dalam pengurangan risiko bencana. Dalam kerangka aksi tersebut, prioritas ke-4 menekankan peningkatan kesiapsiagaan untuk dapat merespons bencana secara efektif, yaitu dengan menerapkan sistem peringatan dini sederhana berbiaya murah, dan meningkatkan penyebarluasan informasi peringatan dini bencana alam di tingkat lokal dan nasional.
Seperti diketahui, pada The 2nd Plenary Meeting of ISO/TC 292 di Bali pada Desember 2015, Indonesia mengusulkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) sistem peringatan dini gerakan tanah untuk menjadi standar internasional ISO.
RSNI sistem peringatan dini gerakan tanah diusulkan menjadi Security and Resilience Community-Based Landslide Early Warning System yang berstandar internasional ISO.
Sistem berstandar internasional yang diinisiasi oleh Indonesia tersebut mendapat respons positif dari hasil balloting New Work Item Proposal (NWIP) untuk ISO/TC 292 Community- Based Landslide Early Warning System pada 10 Juni 2016.
Pada NWIP tersebut, Security and Resilience Community-Based Landslide Early Warning System mendapat persetujuan positif dari 19 negara dimana 12 negara berkomitmen untuk berpartisipasi. Semenjak itu, Indonesia secara aktif mengirimkan delegasinya untuk proses penyusunan ISO.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...