Ulama Pakistan Sepakat Melawan Ekstremisme dan Terorisme
KARACHI, SATUHARAPAN.COM – Majelis Ulama Pakistan dalam sebuah konvensi mengeluarkan pernyataan mendukung adanya kode etik bagi ulama, pengkotbah (khatib), dan pemimpin doa pada masjid untuk tidak penggunaan secara ilegal tulisan dan pidato kebencian.
Konvensi para ulama diselenggarakan Majelis Ulama Pakistan pada hari Minggu (8/2), dan mereka mengumumkan perjuangan bersama melawan terorisme dan ekstremisme, termasuk aksi pada 13 Februari mendatang dalam peringatan serangan mematikan di sekolah Peshawar dan Shikarpur.
Serangan teroris dan ekstremis itu juga menargetkan para ulama, profesor, dokter dan pekerja partai politik, serta pemimpin agama. Disebutkan dalam komunike bersama itu bahwa setiap bagian masyarakat terkena dampak dari insiden terorisme, ekstremisme dan kekerasan sektarian.
Perlindungan Hak Warga
Konvensi itu dihadiri para ulama dari Sunni maupun Syiah, dan disebutkan sejumlah tokoh dari Kristen dan katolik juga hadir dalam pertemuan itu, seperti dilaporkan media setempat, Dawn.
Komunike para ulama itu juga meminta pemerintah untuk bertindak efektif melindungi para tokoh agama, profesor, dokter dan aktivis partai agama dan politik. Mereka menuntut dewan rekonsiliasi nasional dilibatkan dalam mengusdut tragedi Peshawar, dan Shikarpur serta secepatnya menangkap pelaku.
"Madrasah Islam melayani kepentingan Islam dan Pakistan, tetapi ada kekuatan tertentu menggunakannya madrasah dan masjid untuk tujuan politik mereka dan tuduhan-tuduhan terorisme pada madrasah harus dibuktikan," kata pernyataan itu.
Ketua Mejelis Ulama Pakistan, Hafiz Tahir Ashrafi, mengatakan bahwa madrasah sepenuhnya bekerja sama dengan pemerintah dan angkatan bersenjata untuk penghapusan ekstremisme dan terorisme sektarian, dan akan mendaftar sekolah-sekolah keagamaan.
Selain itu, komunike juga meminta untuk pemerintah memastikan hak-hak bagi semua warga Pakistan, termasuk non-Muslim, sesuai dengan konstitusi.
Konvensi ulama itu menyatakan keprihatinannya terkait laporan kementerian dalam negeri tentang kawin paksa, dan juga menegaskan bahwa Islam tidak mengizinkan siapa pun untuk pindah agama (konversi) memeluk Islam secara paksa, dan juga tidak memaksa izin pernikahan perempuan atau anak perempuan dari agama lain.
Pernyataan itu menyebutkan, Jika ada yang terlibat dalam konversi secara paksa atau perkawinan secara paksa, pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap pelaku.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...