Ulma Syiah Serukan Irak Segera Bentuk Pemerintah Baru
Demonstrasi kelompok Syiah Irak menuntur pasukan asing ditarik dari Irak.
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM-Ulama Syiah terkemuka Irak, Ali al-Sistani, mendesak partai-partai politik Irak untuk membentuk pemerintahan baru sesegera mungkin, dan mendesak pihak berwenang untuk menghormati hak pengunjuk rasa untuk mengekspresikan diri.
Sistani menyampaikan pesannya melalui seorang wakil pada salat Jumat di kota suci Karbala, Irak, hari Jumat (24/1), sepertyi dikutip Reuters. Dia juga mengulangi seruannya kepada kekuatan asing untuk menghormati kedaulatan Irak.
Demonstrasi Penarikan Pasukan Asing
Sementara itu dari Baghdad dilaporkan bahwa ratusan pendukung ulama Syiah yang berpengaruh menggelar unjuk rasa menuntut pasukan Amerika Serikat meninggalkan negara itu di tengah ketegangan yang meningkat setelah serangan pesawat tak berawak AS awal bulan ini menewaskan seorang jenderal top Iran di ibu kota Irak.
Sejak pagi pada hari Jumat itu, pengeras suara memperdengarkan kecaman dan seruan: "Tidak, tidak ada Amerika!" di sebuah alun-alun di ibu kota Irak, menurut laporn AFP. Seorang anak mengangkat poster bertuliskan, “Kematian bagi Amerika. Kematian bagi Israel."
Jalan dan jembatan menuju Zona Hijau yang dijaga ketat, pusat pemerintahan Irak dan kawasan bagi beberapa kedutaan besar asing, termasuk Kedutaan Besar AS, dihadang oleh rintangan beton. Pasukan keamanan Irak berjaga-jaga, menghalangi akses ke gerbang ke zona itu.
Pasukan keamanan berjaga ketika para pengunjuk rasa berdatangan. Mereka sebagian besar berasal dari Baghdad, tetapi juga dari provinsi di selatan yang merupakan basis komunitas Syiah. Mereka berjalan kaki ke tempat berkumpul di lingkungan Jadriya di Baghdad, mengibarkan bendera Irak dan mengenakan kafan putih simbolis.
Ulama Syiah, Moqtada al-Sadr, yang partainya memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan parlemen 2018 Mei, menyerukan demonstrasi "jutaan orang" untuk menuntut penarikan pasukan AS menyusul serangan pesawat tak berawak AS di dekat bandara Baghdad yang menewaskan Jenderal Iran, Qassem Soleimani, dan komandan senior milisi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis. Pembunuhan itu memicu kemarahan para pejabat Irak dari seluruh spektrum politik.
Pawai hari Jumat itu didukung oleh partai-partai Syiah arus utama, termasuk saingan politik al-Sadr, Hadi al-Ameri, yang mengepalai blok Fatah di parlemen, serta Unit Mobilisasi Populer, sebuah kelompok payung yang terdiri dari berbagai milisi, termasuk kelompok yang didukung Iran.
Menanggapi protes publik atas serangan udara AS, parlemen Irak mengeluarkan resolusi yang tidak mengikat bulan ini, menyerukan pemerintah untuk mengusir pasukan asing dari negara itu. Namun anggota parlemen dari Kurdi dan sebagian besar anggota parlemen dari kelompok Islam Sunni memboikot pemilihan tersebut.
"Pasukan Amerika harus pergi," kata seorang pemrotes berusia 18 tahun, Amer Saad. "Saya siap berperang melawan Amerika jika Moqtada al-Sadr bertanya kepada kami."
Polisi dan milisi Unit Mobilisasi Populer juga menutup jalan yang menuju ke lokasi protes, baik di lingkungan Karada maupun Jadriya di Baghdad.
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...