"Ultra-Processed Foods" Penyebab Kegemukan
WHO: 2,3 Miliar Orang Alami Kegemukan, 150 Juta Kurang Gizi
LONDON, SATUHARAPAN.COM-Sekitar 2,3 miliar anak-anak dan orang dewasa di seluruh dunia mengalami kelebihan berat badan, dan sebaliknya sekitar 150 juta anak-anak mengalami kekurangan gizi, menurut sebuah laporan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hari Senin (16/12).
Laporan terbaru itu diterbitkan dalam publikasi ilmu kedokteran Inggris The Lancet dan mengungkapkan bahwa kegemukan (obesitas) dan kekurangan gizi akan berdampak pada kesehatan secara global dan lintas generasi.
“Kita menghadapi kenyataan masalah nutrisi baru. Semua kebijakan dan investasi yang relevan harus dikaji ulang secara radikal,” kata Francesco Branca, Direktur Departemen Nutrisi untuk Kesehatan dan Pembangunan, WHO. "Kita tidak bisa lagi mencirikan negara sebagai negara berpenghasilan rendah dan kurang gizi, atau berpenghasilan tinggi dan hanya peduli dengan masalah obesitas."
“Semua bentuk masalah malnutrisi memiliki predikat yang sama: sistem pangan yang gagal memberikan semua orang diet sehat, aman, terjangkau, dan berkelanjutan,” kata laporan itu.
Mengubah hal ini memerlukan tindakan lintas sistem untuk pangan, dari produksi dan pengolahan, melalui perdagangan dan distribusi, penetapan harga, pemasaran, dan pelabelan, hingga konsumsi dan limbah. Semua kebijakan dan investasi yang relevan harus dikaji ulang secara radikal, katanya menambahkan.
Laporan ini merekomendasikan diet berkualitas tinggi untuk membatasi kekurangan gizi dan obesitas. Unsur-unsur meliputi praktik pemberian ASI yang optimal dalam dua tahun pertama; buah-buahan dan sayuran, dan biji-bijian. Juga mengurangi daging; dan menghindari makanan dengan kadar gula yang tinggi, lemak jenuh, dan garam.
Namun keadaannya justru sebaliknya. Sistem makanan di banyak negara menunjukkan peningkatan ketersediaan makanan ultra-olahan (diolah secara berlebihan) yang menyebabkan peningkatan kegemukan.
Laporan ini juga menyoroti kenyataan bahwa lebih sedikit jumlah pasar makanan segar; dan kontrol rantai makanan dilakukan oleh supermarket. Padahal, makan makanan tidak sehat meningkatkan risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes tipe 2 (sekarang menjadi epidemi global), tekanan darah tinggi, stroke, dan penyakit kardiovaskular.
Laporan tersebut menyatakan bahwa tindakan mengatasi kekurangan gizi (malnutrisi) sering tidak memperhitungkan faktor-faktor kunci, termasuk gizi awal kehidupan, kualitas makanan, faktor sosial ekonomi, dan lingkungan makanan.
Faktanya, beberapa program menangani kekurangan gizi secara tidak sengaja justru meningkatkan risiko obesitas dan penyakit tidak menular yang berhubungan dengan pola makan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di mana pola makanan berubah dengan cepat. Para penulis laporan juga menyerukan transformasi sistem pangan yang mendalam.
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...