Umat Kristen Palestina Bentrok dengan Polisi Israel
BETLEHEM, SATUHARAPAN.COM - Sejumlah umat Kristen Palestina bentrok dengan polisi perbatasan Israel di dekat Betlehem pada hari Rabu (19/8) saat mereka, termasuk sejumlah pastor, berkumpul untuk memprotes pengerjaan kembali dinding pembatas pengamanan Israel di Tepi Barat, di daerah Kristen yang sensitif.
Seorang wartawan AFP mengatakan bahwa para pengunjuk rasa, yang bergabung dengan beberapa aktivis asing, berkumpul di kota Kristen Beit Jala untuk memprotes pembangun hamparan penghalang, yang dimulai sejak Senin (17/8) setelah bertahun-tahun dalam sengketa hukum.
Tiga imam Katolik Roma mencoba berdoa di antara pohon-pohon zaitun yang sedang berusaha dicabut oleh buldoser dan penggali mekanik. Polisi mencegah para imam itu untuk mendekat.
Salah satu demonstran ditangkap saat ia mencoba untuk menanam pohon muda zaitun di depan ekskavator.
Polisi bergumul dengan pengunjuk rasa yang meneriakkan, "Israel adalah negara teroris. Itu tidak membuat kami takut."
Israel mulai membangun tembok dan pagar penghalang di Tepi Barat pada tahun 2002 pada puncak intifada Palestina kedua (pemberontakan), dan menganggap hal itu penting untuk keamanan. Lebih dari 1.000 warga sipil Israel tewas dalam pemboman bunuh diri dan serangan penembakan di dua tahun pertama intifada, serangan yang jumlahnya kemudian berkurang setelah pagar pembatas dibangun dan diperluas di banyak daerah di Israel.
Palestina melihatnya sebagai perampasan tanah yang bertujuan mencuri bagian dari lahan negara masa depan mereka. Mereka sering menyebut dinding itu sebagai dinding apartheid.
Pagar pembatas itu, yang terbuat dari beton, parit dan jalan militer tertutup akan memiliki panjang 712 km bila rampung dan akan memisahkan Tepi Barat dari Israel. Sebanyak 85 persen dari lahan untuk pagar ini mengambil lahan Palestina.
Ketika pembangunan pagar tersebut mendekati kota Beit Jala dan berdekatan dengan lembah Cremisan, komunitas Kristen lokal menolaknya dengan sengit dan telah meminta dukungan kepausan.
Kasus ini menarik perhatian khususnya ketika bagian dinding pagar itu direncakan akan memisahkan biara Cremisan dari biara tetangga dan kebun-kebun anggur.
Ia juga akan memisahkan warga Palestina di desa Kristen Beit Jala dari kebun zaitun mereka.
Pengadilan Tinggi Israel pada bulan April telah memutuskan bahwa pengerjaan pagar itu harus berhenti dan mengatakan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan rute alternatif.
Tapi, dalam keputusan baru pada tanggal 6 Juli, pengadilan mengatakan pekerjaan bisa dilanjutkan dan memutuskan bahwa larangan sebelumnya hanya berlaku bagi beberapa ratus meter di samping biara dan biara. (timesofisrael.com)
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...