UNESCO: 250 Juta Anak tak Bisa Membaca dan Berhitung
SATUHARAPAN.COM - Serkitar 250 juta anak di seluruh dunia gagal dalam pendidikan dasar untuk kemampuan membaca dan berhitung terkait krisis pendidikan yang dibiayai pemerintah hingga US$ 129 miliar (setara Rp 1.548 triliun) per tahun.
Hal itu dikemukakan badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO), dalam sebuah laporan yang dikeluarkan hari Rabu (29/1). Badan itu memperingatkan bahwa cara mengajar yang tidak memadai di seluruh dunia telah menyebabkan buta huruf lebih luas daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Disebutkan dalam laporan itu bahwa satu dari empat orang muda di negara-negara miskin tidak mampu membaca kalimat, dan jumlahnya meningkat sampai 40 persen di kawasan sub Sahara Afrika. Menurut PBB, yang dimaksud orang muda adalah mereka yang berusia 15 hingga 24 tahun.
"Apa gunanya pendidikan jika anak-anak yang bertahun-tahun datang ke sekolah tanpa keterampilan yang mereka butuhkan?" kata Pauline Rose, Direktur UNESCO, dalam laporan setebal 500 halaman tentang Monitoring Global Pendidikan untuk Semua ( Education for All Global Monitoring).
Pada 1/3 dari negara yang dianalisis, kurang dari 3/4 guru sekolah dasar yang dilatih untuk mengajar dengan standar nasional. Sementara UNESCO menemukan sekitar 120 juta anak usia sekolah dasar di seluruh dunia hanya memiliki sedikit pengalaman bersekolah atau sama sekali tidak.
"Biaya untuk sekitar 250 juta anak-anak yang tidak mencapai pengetahuan dan ketrampilan dasar selama belajar merupakan kehilangan sebesar US$ 129 miliar atau 10 persen dari pengeluaran global untuk pendidikan dasar," kata laporan itu.
Sebanyak 37 negara yang dipantau menunjukkan kehilangan setidaknya setengah jumlah yang mereka keluarkan untuk pendidikan dasar karena anak-anak tidak belajar, kata UNESCO.
Di negara maju, seperti Prancis, Jerman dan Inggris, anak-anak imigran meninggalkan teman-teman mereka dalam keadaan lebih buruk dalam mengejar standar belajar minimum. Kelompok-kelompok pribumi di Australia dan Selandia Baru juga menghadapi masalah yang sama.
Laporan itu menyerukan kebijakan pendidikan global untuk fokus tidak hanya pada pendaftaran, tetapi juga pada akses yang sama dan cara mengajar yang lebih baik.
"Akses bukanlah satu-satunya krisis rendahnya kualitas yang mempertahankan mereka tetap bisa sekolah," kata Direktur Umum UNESCO, Irina Bokova. Kondisi ini menyebabkan target pembangunan milienium tidak akan tercapai.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...