UNESCO Puji Tiongkok Atasi Buta Huruf
JINAN, SATUHARAPAN.COM – David Atchoarena, Direktur Divisi Kebijakan dan Pembelajaran Jangka Panjang UNESCO (Organisasi Kebudayaan, Sosial dan Pendidikan Dunia) memuji Tiongkok dalam upaya pemberantasan buta huruf sehingga Tiongkok memperoleh penghargaan Confucius for Literacy dari UNESCO.
"Saat ini ada dampak luar biasa dari usaha Tiongkok kepada pengentasan buta huruf selain memberi pengetahuan dan keuangan;. Upaya Tiongkok telah mendorong banyak orang yang bercita-cita membuat tindakan serupa,” kata Atchoarena di Festival Budaya Konfusius Internasional, di Jinan, Tiongkok hari Senin (28/9).
UNESCO menetapkan hadiah ini kali pertama pada 2005, penghargaan di bidang literasi aksara ini diberikan dalam rangka menghormati individu dan lembaga yang membuat kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan pendidikan.
Hadiah senilai 150.000 dollar AS ini didukung 27 organisasi, dan telah diberikan ke 22 negara yang berbeda.
Dia menambahkan bahwa Tiongkok pantas diganjar karena memberikan kontribusi untuk mengembangkan kepercayaan diri, meningkatkan proses belajar mengajar, memajukan penggunaan teknologi, membantu memberantas ketidak adilan gender dan prasangka sosial, dan pemberdayaan masyarakat untuk terus bekerja menuju dunia yang lebih berpengetahuan.
Menurut UNESCO, ada 757.000.000 orang dewasa yang buta huruf dan 124 juta anak-anak putus sekolah.
UNESCO, dalam kaitannya dengan literasi atau pembelajaran di bidang budaya memuji upaya Tiongkok yang merestrukturisasi situs budaya Nepal yang rusak akibat gempa beberapa waktu lalu.
Perwakilan UNESCO ke Nepal Christian Manhart mengatakan bahwa situasi situs budaya di Nepal yang rusak penting untuk direkstrukturisasi, dan Tiongkok bisa memainkan peran penting dalam proses pemulihan.
Manhart mengatakan situs bersejarah di Kathmandu berada dalam kondisi kritis setelah gempa yang melanda negara itu pada akhir April 2015.
“Delapan puluh persen dari kuil di Kathmandu Durbar Square, kemudian setengah dari kuil di Patan Durbar Square dan setengah di Bhaktapur Durbar Square dalam keadaan hancur, dan situasi di Swayambhunath juga penting, "kata Manhart.
Manhart mengatakan ia telah berkonsultasi dengan seorang ahli gempa dari Universitas Kyoto Jepang. Ahli mengatakan gempa telah mengakibatkan banyak celah dalam di tanah di banyak situs. Begitu musim hujan datang, air bisa mengalir ke Swayambhunath rusak berat yang terletak di tanah tinggi dan tanah longsor dapat terjadi. (xinhuanet.com)
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...