UNESCO: Siswa Negara Miskin Kekurangan Buku Pelajaran
PARIS, SATUHARAPAN.COM – Dua belas siswa harus berbagi satu buku pelajaran di Kamerun. Badan PBB untuk bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) mencontohkan persoalan yang dihadapi Kamerun ketika melaporkan sejumlah siswa di negara-negara miskin menderita kekurangan buku-buku pelajaran.
Laporan tersebut menyerukan sistem pembelian buku-buku pelajaran yang lebih terpusat agar harganya terjangkau oleh siswa.
Direktur laporan Aaron Benavot mengatakan pengadaan buku-buku pelajaran adalah cara penting untuk meningkatkan standar di sekolah. "Buku-buku pelajaran yang dirancang dengan baik dalam jumlah yang cukup adalah cara yang paling efektif untuk meningkatkan belajar siswa," kata Benavot, direktur Global Education Monitoring Report UNESCO, yang dilansir 19 Januari.
Laporan tersebut menunjukkan perlu dilakukan pendekatan dengan cara yang sistematis dalam proses pendistribusian buku-buku pelajaran, sama halnya seperti program kesehatan masyarakat.
"Kita harus belajar dari kesehatan dan membuat sebuah sistem baru sehingga buku-buku pelajaran dapat dibeli dengan murah dan efektif dari percetakan ke sekolah dan ke tangan anak-anak," kata Benavot.
UNESCO mengatakan ratusan juta pound bisa diselamatkan oleh proses pengadaan yang terkoordinasi dengan baik.
Saat ini, sistem distribusi berbeda di seluruh dunia. Artinya, banyak murid tidak memiliki akses berarti untuk bisa membaca buku karena tidak ada dana, kurangnya transparansi tentang bagaimana uang dibelanjakan, dan kegagalan dalam memprediksi permintaan.
Kurangnya ketersediaan buku-buku pelajaran dari sekolah berarti banyak keluarga yang harus membeli salinan buku tersebut, yang tidak akan terjangkau kalangan orang-orang miskin.
UNESCO mengatakan di 12 negara-negara Afrika, membayar biaya sekolah menghabiskan sepertiga dari total pengeluaran rumah tangga.
Laporan itu memperingatkan bahwa meningkatnya jumlah murid di negara-negara seperti Kenya, Malawi, dan Namibia, membuat keberadaan buku-buku pelajaran bahkan menjadi langka.
Ada peringatan tentang kurangnya pembelian buku-buku pelajaran oleh pemerintah, anggaran yang mereka gunakan untuk pembelian buku kurang dari satu persen.
Studi UNESCO mengklaim bahwa memberikan satu buku per siswa di negara-negara sub-Sahara Afrika akan meningkatkan nilai literasi antara 5 persen dan 20 persen.
Laporan itu menyoroti bahwa kurangnya buku-buku pelajaran tidak terbatas di negara-negara Afrika saja. UNESCO pun menemukan banyak murid yang tidak mempunyai buku pelajaran atau harus berbagi di negara Paraguay dan Argentina.
Ada peringatan dari OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) bahwa jumlah bantuan luar negeri untuk negara-negara miskin menurun, karena bantuan internasional banyak dialihkan untuk krisis pengungsi Suriah. (bbc.com)
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...