Uni Eropa Desak Turki Akui Genosida Armenia oleh Ottoman
ANKARA, SATUHARAPAN.COM – Seruan Parlemen Eropa yang mendesak Turki untuk memanfaatkan peringatan seratus tahun pembunuhan massal warga Armenia oleh Kesultanan Ottoman sebagai kesempatan untuk "mengakui genosida Armenia." Namun pihak Turki justru menilai sebagai permusuhan melawan Turki, seperti dikatakan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, hari Kamis (16/4).
"Keputusan tersebut hanyalah ekspresi permusuhan melawan Turki dengan menyalahgunakan Armenia," kata Erdogan di ibu kota Kazakhstan, Astana, seperti dikutip media Turki, Hurriyet Daily News.
"Kami tidak menempatkan keputusan tersebut secara serius," kata dia, mengulangi seruan tentang pemulihan hubungan dengan Armenia. "Mari kita tinggalkan sejarah dari para sejarawan. Mari kita membangun masa depan diri kita yang baru dalam terang kepentingan kita bersama dan masa lalu yang sama," kata dia.
Keputusan itu, dinilainnya sebagai pengkhianatan sejarah karena berusaha untuk menuduh Turki. Erdogan mengatakan pada jam-jam sebelum pemungutan suara, dan Turki sebagai calon anggota Uni Eropa, menyatakan mengabaikan suara tersebut.
Suara mayoritas yang luas di Uni Eropa mendukung sebuah resolusi tentang "genosida Armenia" yang dilakukan ketika ketegangan meningkat menjelang peringatan 100 tahun tragedi pembunuhan pada 24 April.
Warga sipil Armenia diiringi oleh tentara bersenjata Utsmaniyah (Ottoman) melalui Harput (Kharpert), menuju penjara di Mezireh pada April 1915. (Foto dari Wikipedia)
Fakta Tragedi
Sementara itu, Komisi Eropa, lembaga yang berbeda dari parlemen dalam pernyataan pertama tentang masalah ini setelah 15 April suara, sebagaimana dikatakan juru bicara urusan luar negeri Uni Eropa, Maja Kocijancic, lebih suka menggunakan kata "tragedi" ketika menyampaikan penjeasan harian pada pers.
Juru bicara itu meminta Turki dan Armenia untuk mengambil langkah-langkah untuk normalisasi hubungan, menyoroti kebutuhan untuk perdamaian, dan langkah-langkah untuk diskusi tentang masa lalu.
Parlemen Eropa awalnya menyambut pernyataan Erdogan sebagai "langkah ke arah yang benar" ketika mengatakan "menyampaikan bela sungkawa dan mengakui kekejaman Ottoman terhadap Armenia."
Parlemen Eropa mendesak Ankara untuk melangkah lebih jauh, dan resolusi itu untuk "mendorong Turki" menggunakan peringatan 100 tahun "untuk mengakui Genosida Armenia dan dengan demikian membuka jalan bagi rekonsiliasi sejati antara masyarakat Turki dan Armenia."
Resolusi itu juga meminta Ankara untuk membuka "arsip dan datang untuk berdamai dengan masa lalu." Dan juga mengundang "Armenia dan Turki untuk menggunakan contoh rekonsiliasi yang sukses antara negara-negara Eropa."
Pada tahun 1987, Parlemen Eropa menggambarkan pembunuhan itu sebagai "genosida."
Wakil Presiden Komisi Eropa dari Bulgaria, Kristalina Georgieva, mengatakan bahwa parlemen Uni Eropa "sepenuhnya mengakui pentingnya peringatan itu serta adanya perbedaan pandangan atas tragedi ini."
Sebagai anggota eksekutif Uni Eropa yang berhubungan dengan Turki, dia menjauhi menggunakan kata genosida. Terlepas dari kata-kata yang kita gunakan untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa mengerikan itu, tidak ada penolakan atas realitas mengerikan mereka," kata Georgieva.
Armenia dan warga Armenia dalam diaspora mengatakan bahwa 1,5 juta orang dibunuh oleh pasukan Ottoman dalam serangan yang menargetkan mereka untuk memberantas orang-orang Armenia dari Kesultanan Ottoman, yang sekarang disebut sebagai Turki timur.
Sementara pihak Turki secara tajam melihat hal yang berbeda, dan mengatakan ratusan ribu orang Turki dan Armenia meninggal oleh serangan pasukan Ottoman menghadapi Kekaisaran Rusia untuk menguasai Anatolia Timur selama Perang Dunia I.
"Resolusi ini tidak bisa hanya dijelaskan oleh kurangnya pengetahuan atau kebodohan. Sayangnya, apa yang ada di baliknya adalah fanatisme agama dan budaya dan ketidakpedulian terhadap orang lain dianggap sebagai yang berbeda," kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam pernyataan tertulis, setelah resolusi itu diadopsi Parlemen Eropa.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...