Uni Eropa Jatuhkan Sanksi pada 40 Pejabat Belarusia, Termasuk Lukashenko
LUKSEMBURG, SATUHARAPAN.COM-Para menteri luar negeri Uni Eropa pada hari Senin (12/10) menyetujui sanksi bagi pemimpin Belarusia, Alexander Lukashenko, untuk meningkatkan tekanan atas tindakan keras rezimnya terhadap pengunjuk rasa.
Dua sumber diplomatik mengatakan pertemuan 27 menteri di Luksemburg telah menyetujui nama Lukashenko harus ada dalam daftar 40 pejabat yang telah disetujui oleh Uni Eropa untuk dijatuhi sanksi.
Sebanyak 40 orang terkena larangan perjalanan dan pembekuan aset, karena mencurangi pemilihan pada Agustus yang mengembalikan Lukashenko ke tampuk kekuasaan dan atas tindakan keras brutal terhadap protes massa yang telah mengguncang negara itu sejak pemungutan suara.
UE telah menahan diri untuk menghukum Lukashenko sendiri, berharap membujuknya untuk terlibat dalam dialog dengan pihak oposisi untuk menyelesaikan krisis. Tetapi tindakan keras tebaru terhadap kelompok protes di Minsk pada hari Minggu (11/10), yang membuat polisi menggunakan meriam air dan granat kejut untuk membubarkan protes dan melakukan ratusan penangkapan, mendorong perubahan.
Bukan Presiden Sah
Ketika dia tiba untuk pertemuan di Luksemburg, Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, mengatakan sudah waktunya untuk memperpanjang daftar sanksi untuk memasukkan pemimpin kuat itu. "Kekerasan berlanjut, yang dilakukan oleh rezim Lukashenko, masih ada penangkapan demonstran damai, jadi kami harus mempertimbangkan bagaimana melanjutkannya," kata Maas, yang negaranya saat ini memegang jabatan presiden bergilir UE.
"Saya telah menyarankan agar kami membuat paket sanksi baru. Dan Lukashenko harus berada di antara orang-orang yang kemudian akan diberi sanksi."
Uni Eropa telah menolak hasil pemilihan 9 Agustus dan mengatakan tidak menganggap Lukashenko sebagai presiden yang sah.
Serangan dengan Novichok
Setelah mendapatkan lampu hijau politik dari para menteri, daftar sanksi baru akan diproses secara rinci oleh layanan hukum UE sebelum diberlakukan. Para menteri juga membahas proposal bersama Prancis-Jerman untuk sanksi atas peracunan pemimpin oposisi Rusia, Alexey Navalny.
Jerman dan Prancis pekan lalu menuduh Moskow bertanggung jawab atas tindakan meracuni Navalny dengan agen saraf Novichok yang dikembangkan Uni Soviet, dengan mengatakan "tidak ada penjelasan yang kredibel yang diberikan oleh Rusia".
Prancis dan Jerman mengatakan mereka akan mendorong sanksi yang menargetkan "individu yang dianggap bertanggung jawab atas kejahatan ini dan pelanggaran norma internasional, berdasarkan fungsi resmi mereka, serta entitas yang terlibat dalam program Novichok".
Para menteri pada hari Senin memperpanjang kerangka sanksi senjata kimia Uni Eropa, di mana empat orang Rusia yang dituduh terlibat dalam peracunan dengan Novichok terhadap seorang mantan agen ganda di Inggris telah terdaftar.
Sanksi apa pun yang terkait dengan kasus Navalny akan dibuat berdasarkan kerangka kerja ini, yang juga telah digunakan terhadap pejabat Suriah karena melakukan serangan senjata kimia terhadap musuh dalam perang saudara mereka.
Seruan sanksi itu datang setelah pengawas senjata kimia PBB, OPCW mengkonfirmasi temuan Jerman, Prancis dan Swedia bahwa pemimpin oposisi Rusia itu diracuni dengan agen saraf kelompok Novichok yang dikembangkan Uni Soviet.
Pertemuan hari Senin juga akan membahas pembicaraan yang ditengahi UE antara Serbia dan Kosovo, serta konflik di Nagorno-Karabakh. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
RI Resmi Tetapkan PPN 12 Persen Mulai 1 Januari 2025
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Indonesia resmi menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Ni...