Unjuk Rasa Anti-Islam di Jerman Berakhir dengan Kekerasan
DRESDEN, SATUHARAPAN.COM - Kekerasan berkobar di timur kota Dresden Jerman setelah kelompok anti-Islam Pegida menggelar unjuk rasa untuk memperingati hari ulang tahunnya yang pertama, Senin (19/10).
Perkelahian meletus ketika polisi berusaha memisahkan pengunjuk rasa sayap kanan itu dari pengunjuk rasa tandingan yang mencoba memblokir jalan mereka. Marko Laske, juru bicara polisi kota, mengatakan satu orang dirawat di rumah sakit dan seorang pengunjuk rasa tandingan ditahan.
Pihak berwenang telah memperingatkan Dresden menjelang unjuk rasa bahwa mereka akan menindak keras pelaku kekerasan, di tengah kekhawatiran di Jerman bahwa Pegida - yang namanya singkatan dari "Patriotic Europeans against the Islamization of the West -- semakin radikal.
Para pejabat Jerman menuduh kelompok itu mencoba memanfaatkan kekhawatiran tentang imigran yang masuk ke Jerman dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelum ini.
Banyak dari pengunjuk rasa mengangkat spanduk dengan slogan-slogan yang berbunyi seperti "pengungsi tidak diterima." Pemimpin unjuk rasa dalam orasinya mengangkat isu migran yang disambut dengan teriakan dari hadirin, "Kembalikan mereka."
Pejabat tinggi keamanan Jerman memperingatkan bahwa kelompok-kelompok seperti Pegida membuka jalan bagi terjadinya kekerasan, dan mengutip terjadinya peningkatan drastis serangan di tempat penampungan pengungsi tahun ini. Yang terakhir adalah serangan berupa penikaman terhadap kandidat walikota Cologne yang pro-pengungsi.
Menteri Dalam Negeri Jerman, Thomas de Maiziere, mengatakan dinas intelijen tengah mengadakan pemantauan terhadap Pegida dan menyebut para pemimpinnya "ekstremis keras sayap kanan."
Unjuk rasa pada hari Senin dihadiri peserta unjuk rasa yang lebih banyak dibanding pekan sebelumnya, sekitar 9.000 orang. Penyelenggara mengklaim hampir 40.000 hadir pada unjuk rasa kali ini.
Sementara beberapa di antara peserta mengenakan pakaian dan simbol terkait dengan kelompok-kelompok neo-Nazi, banyak juga dari mereka yang lebih tua mengaku tidak terafiliasi dengan gerakan politik apapun.
"Apa yang pemerintah lakukan, membuka pintu bagi imigran, adalah salah. Kebanyakan dari mereka tidak benar pengungsi, mereka migran ekonomi, "kata seorang pria, yang hanya mau menyebut nama depannya, Eckart. Ia mengklaim bisa kehilangan pekerjaan sebagai PNS apabila berbicara terus terang menentang imigran.
Wakil Kanselir Jerman, Sigmar Gabriel, mengatakan nada perdebatan di Jerman semakin kasar dengan munculnya kelompok-kelompok berpikiran sempit seperti Pegida.
Jerman telah mencatat lonjakan kekerasan terhadap para migran dan tempat penampungan suaka dalam beberapa bulan terakhir. Lebih dari 520 insiden yang tercatat sejak awal tahun ini, dibandingkan dengan kurang dari 200 di seluruh 2014.
Para pejabat keamanan telah mencatat bahwa hanya sekitar sepertiga dari para tersangka yang merupakan elemen dari kelompok berhaluan kanan, sementara dua pertiga adalah orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki masalah dengan hukum.
Timo Lochocki, seorang ilmuwan politik dari Jerman Marshall Fund, mengatakan imbauan kewaspadaan dari politisi arus utama tidak akan cukup untuk menjaga pemilih yang kecewa bergabung dengan kelompok-kelompok seperti Pegida.
"Mereka harus menunjukkan bahwa mereka peduli dan serius terhadap para pemilih," katanya, seraya menambahkan bahwa Jerman kemungkinan akan mengumumkan perubahan kebijakan lebih lanjut untuk membatasi masuknya migran dalam beberapa bulan mendatang. (washingtonpost.com)
Editor : Eben E. Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...