UNODC: Opium di Afganistan Masalah Serius
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Kepala Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) menyerukan masalah serius produksi opium di Afganistan. Hal itu disampaikan terkait produksi opium yang meningkat di negeri itu.
UNODC menyerukan untuk mengambil tindakan yang diperlukan terkait penanaman dan panen opium di Afghanistan mencapai rekor tertinggi dalam tahun ini.
Sebelumnya dilaporkan bahwa panen opium di Afganistan meningkat sebesar 36 persen, sedangkan produksi meningkat hampir setengah sejak 2012.
Diproduksi 9 Provinsi
Survei Opium Afghanistan 2013 yang dirilis di Kabul oleh Departemen Penanggulangan Narkotika dan UNODC, menyebutkan bahwa wilayah penanaman naik menjadi 209.000 hektare. Tahun sebelumnya seluas 154.000 hektare, dan masih lebih luas dari puncak penanaman sebelumnya di tahun 2007 seluas 193.000 hektare.
Hampir 90 persen budidaya poppy penghasil opium tahun ini tetap terbatas pada sembilan dari 34 provinsi Afghanistan, termasuk yang paling terpengaruh oleh pemberontakan.
Provinsi Helmand yang dikenal sebagai pusat produksi poppy sejak 2004 merupakan pensuplai hampir separuh dari semua budidaya. Di kawasan ini perluasan area budidaya sebesar 34 persen, diikuti oleh Kandahar yang mengalami kenaikan 16 persen.
Selain itu, dua provinsi lain, Balkh dan Faryab, kehilangan status mereka sebagai kawasan bebas opium. Tahun ini hanya 15 provinsi yang bebas opium dari 17 provinsi pada tahu lalu.
Penarikan Pasukan Internasional
Direktur Eksekutif UNODC, Yury Fedotov, menegaskan bahwa situasi di Afganistan ini menimbulkan ancaman bagi kesehatan, stabilitas dan pembangunan di Afghanistan dan sekitarnya.
"Apa yang dibutuhkan adalah sebuah respons komprehensif dan terintegrasi untuk masalah narkoba. Upaya kontra-narkotika harus menjadi bagian integral dari agenda keamanan, pengembangan dan pembangunan lembaga."
UNODC memperkirakan bahwa para petani terdorong membudidayakan opium untuk memanfaatkan asset mereka dan jaminan terhadap masa terkait dengan rencana penarikan pasukan internasional tahun depan.
"Ketika kita mendekati penarikan pasukan internasional dari negara itu tahun 2014, hasil Survei Opium Afghanistan 2013 harus menjadi peringatan, dan panggilan mendesak untuk bertindak," kata Fedotov.
Ekonomi Terlarang Meningkat
Menurut catatan UNODC, penghasilan petani dari produksi opium di negeri itu meningkat hampir sepertiga menjadi sekitar US$ 950 juta (sekitar Rp 11 triliun), atau empat persen dari produk domestik bruto nasional (PDB), pada tahun 2013.
Badan ini menambahkan bahwa dengan keuntungan yang peroleh pengedar narkoba, total nilai ekonomi opium di Afghanistan secara signifikan lebih tinggi. Hal itu menyiratkan bahwa ekonomi yang terlarang akan terus tumbuh di negeri itu, sementara ekonomi yang didasarkan hukum diperkirakan mengalami pelambatan pada tahun 2014.
Badan ini mengingatkan untuk adanya tindakan yang serius, termasuk melalui bantuan, pembangunan dan keamanan bagi para petani. Kalau tidak masyarakat akan menghadapi penurunan resistensi terhadap Bandar. Mereka sudah menderita pada tingkat kekebalan tubuh sangat rendah karena fragmentasi, konflik, dan juga masalah patronase, korupsi, bahkan impunitas, kata Fedotov. (un.org)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...