Tahun 2013 Terpanas, Permukaan Laut Naik 3,2 mm Per Tahun
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Tahun 2013 merupakan salah satu tahun terpanas dalam dekade ini sejak system pencatatan modern suhu bumi dilakukan pada tahun 1850. Hal itu dikemukakan Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorology Organization / WMO ) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), hari Rabu (13/11).
WMO mengemukakan bahwa selubung es dan gletser yang mencair akibat meningkatnya suhu global memberikan kontribusi meningkatnya permukaan air laut secara global.
"Suhu sepanjang tahun ini hampir sama dengan rata-rata selama 2001-2010, yang merupakan dekade terpanas dalam catatan," kata Sekretaris Jenderal WMO, Michel Jarraud. Hal itu merupakan yang terpanas sepanjang tahun .
Sembilan bulan pertama dalam tahun 2013 tercacat sebagai terpanas pada periode yang tercatat, dengan suhu permukaan laut secara global naik sekitar 0,48° Celcius atau 0.86° Farenheit. Ini kenaikan di atas rata-rata kenaikan dalam kurun 1961-1990.
"Konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca di atmosfer mencapai angka tertinggi pada tahun 2012. Hal ini berarti bahwa kita harus berkomitmen untuk mngatasi masa depan yang lebih hangat," kata Jarraud.
Namun, dia mencatat bahwa suhu permukaan hanya bagian dari gambaran yang lebih luas dari perubahan iklim. Sebab, dampaknya sudah dirasakan pada siklus air planet dalam bentuk banjir, curah hujan ekstrem dan kekeringan.
Kawasan Pesisir Rentan
Pernyataan tahunan WMO tentang Status Iklim Global 2013 menyebutkan beberapa point, antara lain permukaan laut global telah meningkat pada tingkat rata-rata sekitar 3,2 milimeter per tahun. Hasil amatan sebelumnya (2001 -2010 menunjukkan kernaikan sekitar 3 milimeter per tahun. Angka itu menunjukkan dua kali lipat pada kenaikan permukaan laut abad ke-20, yaitu 1,6 milimeter per tahun.
Jarraud mengatakan bahwa topan Haiyan yang melanda Filipina akhir pekan lalu belum bisa dikaitkan langsung dengan perubahan iklim, namun kenaikan permukaan laut membuat masyarakat pesisir lebih rentan ketika bencana menyerang kawasan itu.
Dia menambahkan bahwa hubungan antara perubahan iklim dan frekuensi terjadinya badai tropis adalah masalah banyak diteliti, dan diharapkan hasilnya memberi dampak yang lebih baik.
Pernyataan tahunan WMO itu untuk memberikan gambaran suhu regional dan nasional. Hal itu juga mencakup rincian tentang curah hujan, banjir, kekeringan, badai tropis, lapisan es dan permukaan laut.
Pernyataan ini disampaikan untuk memberi informasi bagi negosiator pada konferensi perubahan iklim PBB di Warsawa, Polandia yang dikenal dengan COP 19. Konrefensi ini bertugas menggodok perjanjian iklim universal pada 2015 yang akan mulai berlaku pada tahun 2020. (un.org)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...