Urban Planning: Bertani di Perkotaan
JAKARTA SATUHARAPAN.COM – Sejumlah tanaman sayur dalam pot-pot bergelantungan di Plaza Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta pada Sabtu (24/11). Tanaman itu hadir menjadi bagian karnaval anak kreatif Jakarta yang berlangsung dan diselenggarakan Sanggar Akar. Keterangan yang tertempel di sejumlah tanaman sayur dalam pot-pot bergelantungan menyebutkan bahwa itu merupakan produk urban planning.
Kehadiran produk urban planning pada acara itu bukan salah tempat. Direktur Sanggar Akar Susilo Adi Negoro menyebutkan bahwa karnaval anak kreatif Jakarta merupakan gerakan kebudayaan yang terintegrasi dengan elemen lainnya, seperti soal pertanian dan kedaulatan pangan.
Di kawasan perkotaan yang minim tanah, urban planning merupakan terobosan menghasilkan produk pertanian. Yeye adalah seorang petani urban planning. Dia menceritakan bahwa pertanian itu memungkinkan dilakukan juga di perkotaan. Di mana saja seseorang dapat bertani. Istimewanya, urban planning tidak menggunakan media tanah tetapi dengan hidroponik.
“Bertani hidroponik itu jauh lebih mudah. Prosesnya itu gak ribet, simpel. Kalau di tanah, kita olah tanah dulu. Tanam bibit, perawatan, panen, lalu olah tanah lagi. Kalau di hidroponik tidak seperti itu. Kita bisa terus nyemai. Jadi estafet, yang satu panen, yang satu masuk lagi. Tanamannya bisa dipindah-pindah semaunya.” Kata Yeye.
Yeye menjelaskan bahwa hidroponik itu sepenuhnya menggunakan air. Air itu diberi nutrisi, seperti pupuk. Semua kebutuhan tanaman ada dalam air itu. Sebagai buffer dan penyangga tanaman menggunakan rock wool. Rock wool yang mirip spon atau busa ini bisa juga diganti arang sekam atau yang tidak menyediakan unsur hara.
“Kelebihan hidroponik tidak mengenal musim. Cuman perawatannya berbeda ketika musim panas dengan musim hujan. Biasanya kalau musim panas lebih ringan. Kalau musim hujan kerjanya ekstra, kebersihannya harus lebih dijaga, mataharinya pun kurang, jadi pertumbuhannya kurang optimal.” Kata Yeye.
Yeye mengatakan semua tanaman bisa dibudidayakan dengan hidroponik. Tetapi menurutnya sisi ekonomis membuatnya memilih membudidayakan selada.
Yeye bertani di daerahnya di Tambun, Bekasi. Dia mengaku lahan pertaniannya tidak besar dan sudah menjalankannya selama setahun terakhir. Dia mengembangkan pertanian hidroponik secara otodidak dan berawal dari hobi. Tetapi karena hasil pertanian hidroponik mencukupi, kini itu menjadi mata pencahariannya. Dia juga menjadi tutor pertanian hidroponik. Pekerjaannya yang dulu ditekuni ketika menjadi Tata Usaha di sebuah SMA pun telah ditinggalkannya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...