Urugay Sukses Reformasi LP, Residivis Tinggal 6 Persen
SATUHARAPAN.COM – Program Keadilan dan Inklusi lembaga pemasyarakatan Uruguay sukses menekan penjahat kambuhan hingga tinggal enam persen.
Walter Paparamborda punya waktu beberapa hari sebelum pembebasannya dari Punta de Rieles Rehabilitation Centre—lembaga pemasyarakatan Uruguay. Ia masuk ke penjara di ibu kota, Montevideo ini pada tahun 2011. Dia berharap untuk berjalan keluar dari penjara dengan keterampilan baru sebagai pandai besi. Keterampilannya ini ia peroleh dari keikutsertaannya dalam program kerja yang merupakan bagian dari reformasi penjara di Uruguay.
Highlights
|
Dia sekarang akan mampu mendapatkan upah. “Pekerjaan ini merupakan kesempatan yang baik bagi saya. Dan, saya ingin mewujudkannya, bersama putri saya, istri saya, dan keluarga saya. Untuk dapat diterima kembali ke masyarakat,” katanya.
Program keterampilan tenaga kerja adalah bagian dari “Program Keadilan dan Inklusi “, yang dijalankan oleh pemerintah Uruguay dengan dukungan dari Uni Eropa, Badan PBB untuk Pembangunan (United Nations Development Programme/UNDP), Organisasi Internasional PBB untuk Perburuhan (International Labour Organization/ILO), dan Organisasi Kesehatan Pan-Amerika. Hal ini bertujuan untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia para tahanan dan untuk meningkatkan kohesi sosial melalui peradilan remaja dan sistem penjara yang efisien.
Program ini melatih narapidana pada berbagai profesi, termasuk pertukangan, hidroponik dan kebun organik, ilmu informasi, dan konstruksi. Lokakarya pencarian kerja mengajar narapidana tentang cara membuat curriculum vitae dan menginstruksikan pada pilihan kejuruan. Dialog diadakan untuk meningkatkan koordinasi antara berbagai pemangku kepentingan di sistem penjara, termasuk guru, polisi, dan operator penjara.
Program pendidikan berkualitas tinggi di penjara adalah masukan utama dari kebijakan publik tentang perdamaian dan keamanan. Ini membantu mengurangi residivisme dari populasi penjara dan kekerasan di jalan-jalan.
Alejandro González telah menghabiskan hampir setengah dari umurnya, 42 tahun, di belakang jeruji penjara. “Setelah lebih dari 16 tahun di penjara lain, hari ini saya dalam sistem terbuka, yang memberi kita kemungkinan untuk bekerja dan belajar. Ini tidak dapat dibandingkan dengan penjara lain,” katanya.
Kondisi penjara yang buruk sering terjadi di banyak negara, tapi di Uruguay, pemerintah telah mengakui masalah ini dan mengambil tindakan untuk memperbaiki itu. Dengan dukungan dari Uni Eropa dan Badan PBB, pemerintah meluncurkan reformasi sistem penjara dan program untuk mendukung inklusi sosial tahanan.
Direktorat lembaga pemasyarakatan membentuk pedoman untuk kegiatan sehari-hari narapidana dan program pendidikan, menekankan bahwa semua intervensi harus fokus dengan pendekatan hak asasi manusia. Sekitar 400 orang yang terlibat dalam penanganan langsung dari tahanan dilatih untuk menjamin keberlanjutan program pendidikan dan pekerjaan.
Hasilnya menjanjikan, terutama dalam hal integrasi sosial dari tahanan melalui pekerjaan dan pendidikan, dukungan masyarakat dan bantuan kepada keluarga para tahanan. Saat ini ada 360 orang terlibat dalam magang di sektor publik dan swasta. Tingkat residivisme turun, dari 70 persen pada tahun 2005 menjadi 53 persen di tahun 2015. Penurunan ini lebih tinggi di antara narapidana yang mengambil bagian dalam program magang, di mana tingkat residivisme mencapai enam persen.
Baca juga: |
“Kita harus mengakhiri penjara yang berdesak-desakan. Tujuan paling ambisius kami adalah untuk memberikan tahanan dengan keterampilan baru dan pekerjaan sehingga mereka dapat memulai hidup baru ketika mereka meninggalkan penjara,” kata Menteri Dalam Negeri Uruguay Eduardo Bonomi.
Ney Herbert Cafazo Barboza dipindahkan ke Punta de Rieles Rehabilitation Centre, melayani sisa hukumannya ketika mengajar siswa dari penjara lain. Sebelum masuk penjara, ia adalah ahli Teknologi Informasi. Di penjara, ia mengajar 225 tahanan menggunakan komputer.
“Saya mengembangkan program-program yang benar-benar efektif untuk mengajar TI di penjara,” kata Barboza.
Dia memiliki dua tahun lagi di penjara dan berharap untuk menggunakan keterampilan baru untuk membangun kehidupan baru dan produktif ketika ia mendapatkan kembali kebebasan. “Adapun rencana saya untuk masa depan, saya ingin keluarga saya untuk melihat bahwa sesuatu yang baik bisa datang dari sesuatu yang buruk,” katanya. (undp.org)
Ikuti berita kami di Facebook
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...