Uskup Irak: Larangan Imigrasi Trump Rugikan Umat Kristen
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM - Para pemimpin Katolik Irak memperingatkan bahwa perintah eksekutif Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump, terkait imigrasi ke AS dari sejumlah negara berpenduduk mayoritas Islam akan merugikan ribuan orang Kristen Irak yang saat ini berada di kamp-kamp pengungsi Timur Tengah.
"Mereka ingin melanjutkan hidup mereka di Eropa, Kanada, Australia atau Amerika," kata Uskup Agung Erbil, Bashar Warda, dalam sebuah konferensi pers (30/1), dilansir dari Religion News Services.
Donald Trump pada hari Jumlat lalu menerbitkan perintah eksekutif yang menghentikan program pengungsi ke AS selama 120 hari ke depan dan menyetop sementara penerbitan visa bagi tujuh negara berpenduduk mayoritas Muslim (Irak, Iran, Suriah, Sudan, Somalia, Yaman dan Libya) selama 90 hari.
Meskipun Trump berjanji akan memprioritaskan pengungsi Kristen yang teraniaya, "Keputusannya (Trump) akan membuat lebih sulit bagi mereka. Hal ini tidak mudah untuk membedakan yang Kristen dan yang Muslim dari nama mereka." kata Warda.
Warda mengatakan kepada media, dia secara pribadi terdampak oleh larangan penerbitan visa tersebut.
Setelah singgah di Roma, ia seharusnya akan bertemu dengan anggota parlemen dari Partai Republik dan Demokrat di Washington pekan ini untuk membahas nasib pengungsi Kristen yang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh ISIS.
Tapi Warda terpaksa membatalkan perjalanannya setelah larangan imigrasi diberlakukan.
"Saya salah satu dari orang-orang yang tidak mampu untuk melakukan perjalanan. Saya tidak bisa masuk ke pesawat dan saya berharap untuk tahu apakah besok saya akan pergi, "kata Warda. "Kita tunggu."
Ada sekitar 100.000 pengungsi Kristen Irak yang tinggal di kamp-kamp pengungsi yang terletak di Lebanon, Turki, dan Yordania.
Warda adalah pemimpin Gereja Katolik Kasdim di Irak, lembaga Kristen terbesar di negara ini. Katolik Kadsdim di Irak menderita kehancuran sejak invasi AS pada tahun 2003, suatu tindakan yang oleh Vatikan dan pemimpin gereja Irak sangat ditentang.
Dalam komentar lain yang dipublikasikan pada hari Senin (30/1), Patriarkh Kasdim, Louis Raphael I Sako di Baghdad mengatakan kebijakan imigrasi Trump yang mengistimewakan orang Kristen adalah "perangkap" dan akan memicu ketegangan dengan umat Islam.
"Setiap kebijakan penerimaan yang mendiskriminasikan (antara) yang dianiaya dan menderita atas dasar agama pada akhirnya merugikan orang-orang Kristen dari Timur (Tengah), karena akan memberikan alasan bagi propaganda dan prasangka untuk menyerang masyarakat Kristen pribumi Timur Tengah sebagai 'orang asing,' kelompok yang didukung dan dibela oleh kekuatan-kekuatan Barat," kata Sako, menurut kantor berita Katolik, Fides.
"Mereka yang mencari bantuan tidak perlu dibagi menurut label agama. Dan kita tidak ingin hak istimewa," kata dia.
"Ini adalah apa yang diajarkan Injil, dan apa yang ditunjukkan oleh Paus Fransiskus, yang menyambut pengungsi yang melarikan diri dari Timur Tengah di ROma, baik mereka yang Kristen maupun Muslim tanpa perbedaan."
Konflik Irak masih jauh dari selesai dan pertempuran sekarang terjadi kota strategis Mosul, meskipun posisi pasukan pemerintah dilaporkan menguat terhadap militan ISIS.
Jumlah orang Kristen di negara itu turun drastis dari 1,3 juta pada tahun 1987 menjadi kurang dari 300.000 saat ini, menurut perkiraan gereja.
Warda mendesak Trump menggunakan kekuasaannya untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah dan tempat lain di dunia.
"Kami ingin melihat dunia yang lebih damai, tidak ada kekerasan, tidak ada ekstremisme," kata dia.
"Timur Tengah telah menderita begitu banyak. Kami memiliki begitu banyak pengungsi (pengungsi internal), begitu banyak korban. Kami lelah. Jika dia (Trump) bisa melakukan sesuatu dan menggunakan kekuasaan politik untuk mengakhiri kekerasan, kami akan berterima kasih. "
Uskup agung itu mengatakan 10.000 keluarga Kristen mencari perlindungan di Erbil setelah kelompok ISIS menguasai desa-desa di Irak utara, menghancurkan rumah-rumah dan gereja.
"Anda dapat melihat kebencian dalam penghancuran gereja-gereja dan rumah-rumah yang dijarah," katanya.
Warda mengatakan umat Kristen ingin membangun kembali komunitas mereka tapi diperlukan jaminan yang lebih besar dari pemerintah Irak bahwa mereka aman untuk kembali ke rumah mereka.
"Masa depan tidak jelas; tidak ada yang tahu apakah akan ada perang lagi setelah ini," kata dia.
"Jika kita tidak bertindak, lebih banyak orang Kristen akan meninggalkan negara ini."
Paus Fransiskus telah berbicara berkali-kali dalam mendukung Kristen dianiaya karena iman mereka di Irak dan di tempat lain di Timur Tengah.
Editor : Eben E. Siadari
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...