Usman Hamid: BW Mau Mundur, Tapi Harus Keputusan Presiden
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP mengatakan Bambang Widjojanto (BW) kembali menyambangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (26/1).
Jumat pagi hingga Sabtu dini hari, Bambang setelah ditangkap dan sempat ditahan Bareskrim Mabes Polri. Kedatangan Bambang untuk mengurus pengajuan nonaktif sebagai Wakil Ketua KPK.
“BW (Bambang Widjojanto) ke KPK sedang mengurus administrasi nonaktif nya dia,” kata Johan Budi saat dikonfirmasi wartawan di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Sementara itu kuasa hukum Bambang Widjojanto, Usman Hamid mengatakan, kliennya bersedia untuk diberhentikan sementara sebagai pimpinan KPK karena status tersangka yang disandangnya.
Hal itu untuk menghormati konstitusi, perundang-undangan, dan etika. Pun demikian, sambung Usman, keputusan mengenai nonaktif Bambang harus dibicarakan terlebih dahulu bersama pimpinan KPK lainnya dan berdasarkan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Tentu saja itu perlu dibicarakan dengan pimpinan KPK dan presiden untuk mengambil keputusan. Sejauh ini kami keberatan kalau BW diberhentikan,” kata Usman di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin.
Usman sendiri mengaku keberatan dengan rencana pengunduran diri sementara kliennya. Sebab, Bambang saat ini mengemban tugas penting untuk mengusut tuntas kasus dugaan rekening gendut yang menjerat Kapolri terpilih, Komjen Budi Gunawan.
KPK, diharapkan Usman, mendapat dukungan dari Presiden Jokowi untuk tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri. Terlebih dia khawatir pelantikan Budi Gunawan akan mengganggu proses penyidikan yang dilakukan KPK.
“Jangan sampai pelantikan ini terjadi ketika KPK hendak melanjutkan proses pemeriksaan terhadap tersangka BG. Jadi Jokowi sebaiknya tidak melantik kalau perlu membatalkan segera sesuai dengan harapan masyarakat,” kata dia.
Bambang Widjojanto sebelumnya ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Mabes Polri setelah menerima laporan Sugianto Sabran, mantan anggota DPR dari Fraksi PDIP yang kalah dalam pilkada di Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah pada 2010 lalu.
Sabran mengaku sudah pernah membuat laporan polisi (LP) pada 5 Juni 2010 yang dia perbarui pada 15 Januari 2015. Namun, dari salinan LP yang diterima wartawan, laporan itu baru dibuat pada 19 Januari lalu yang artinya baru empat hari lalu sebelum hari ini BW ditangkap. Tindak pidana yang dikenakan pada BW, yaitu Pasal 242 juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Dalam UU KPK sendiri diatur bahwa pimpinan KPK yang menjadi tersangka akan diberhentikan dan pemberhentiannya diputuskan oleh presiden.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...