Utusan PBB: Jangan Memberi Label Minoritas!
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Bekerja untuk hak-hak minoritas agama harus dilakukan dalam semangat universalisme, kata Prof Dr Heiner Bielefeldt, Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan, dalam pidatonya pada sesi pembukaan konsultas Dewan Gereja Dunia (WCC) pada 16 September di Jenewa, Swiss. “Hak kaum minoritas adalah hak asasi manusia,” katanya. Bielefeldt juga mempertanyakan “pelabelan” minoritas
Bielefeldt menyebut fokus pada nilai-nilai utama hak asasi manusia harus menggeser paradigma dari sekadar perlindungan terhadap agama minoritas. Ia berargumen bahwa Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM)menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan bebas, dengan hak dan martabat yang sama. Maka, prinsip harus memandu pemahaman hak-hak minoritas.
Bielefeldt menekankan ini dalam acara konsultasi WCC, yang akan berlanjut sampai hari ini (18/9). Diselenggarakan oleh Commission of the Churches on International Affairs (UCLA), organisasi di bawah WCC, acara ini berfokus pada “Politisasi Agama dan Hak Minoritas Agama”.
Dalam sambutannya, Bielefeldt mempertanyakan “pelabelan” minoritas. Dia mengutip contoh dari beberapa negara yang warganya secara numerik minoritas dan memiliki kerentanan khusus, tetapi katanya, mereka bersikeras didefinisikan sebagai ”warga negara” daripada sebagai “minoritas”.
“Semua manusia memiliki hak yang sama tetapi tidak semua manusia hidup dalam situasi yang sama,” katanya. Bielefeldt menambahkan bahwa kebebasan berarti “menghormati pemahaman diri dari manusia, oleh karena itu pemahaman diri minoritas agama harus dihormati sepenuhnya”.
Bielefeldt juga menekankan pentingnya menciptakan ruang untuk keragaman agama tanpa menciptakan perpecahan atau memperburuk fragmentasi yang ada.
Ia mengatakan, ini adalah proyek jangka panjang tetapi dapat dicapai melalui komunikasi antaragama dan membangun kepercayaan melalui lembaga-lembaga publik.
Sekretaris Umum WCC, Pdt Dr Olav Fykse Tveit dalam sesi pembukaan konsultasi ini, memperkenalkan tema Sidang Raya WCC, “Allah bagi kehidupan, membawa kita untuk keadilan dan perdamaian”. Ia mengatakan bahwa isu-isu kebebasan beragama dan kaum minoritas merupakan bagian dari perjuangan sehari-hari dari gereja-gereja. Dia menekankan perlunya untuk analisis kritis terhadap politisasi agama, yang relevan dengan komunitas minoritas agama.
Tveit menyebutkan keterlibatan jangka panjang WCC dalam mempromosikan kebebasan beragama dan perlindungan kelompok agama minoritas. Dia menyebutkan inisiatif gereja untuk kolaborasi dengan masyarakat sipil dan organisasi berbasis agama dalam advokasi di berbagai tingkatan.
Sesi pembukaan dipimpin oleh wakil-moderator Komite Sentral WCC, Uskup Metropolitan Prof Dr Gennadios dari Sassima.
Konsultasi ini akan membahas isi dari pernyataan yang diusulkan pada politisasi agama dan hak-hak minoritas agama, yang akan dipresentasikan pada Sidang ke-10 WCC, yang akan diselenggarakan dari 30 Oktober-8 November di Busan, Korea Selatan. (oikoumene.org)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...