UU Berserak Repotkan KPU Selenggarakan Pemilu Serentak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peraturan perundang-undangan, yang mengatur tentang proses penyelesaian sengketa dalam pemilu berlaku berbeda di setiap tingkatan pemilu. Hal itu akan menjadi persoalan ketika penyelenggaraan pemilu dilaksanakan secara serentak, 2019 mendatang. Dalam hal tersebut, Komisi Pemilihan Umum menjadi pihak yang paling repot dalam melaksanakannya.
“Jadi, yang dianggap bersalah di pileg (pemilu legislatif), belum tentu dianggap bersalah di pilkada. Dan yang dianggap bersalah di pilkada, belum tentu bersalah di pileg, dan pilpres (pemilu presiden),” kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto, di Gondangdia, Jakarta Pusat (25/11).
Dengan mekanisme yang berbeda seperti itu, Komisi Pemilihan Umum adalah pihak yang kemudian akan mengalami kerumitan. Baik dalam proses pelaksanaannya maupun dalam penetapan hasil dan menghadapi dampak yang dihasilkan.
Direktur Konstitusi Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif), Veri Junaedi, mengatakan, untuk mengatasi hal itu, pembahasan kodifikasi UU Pemilu kemudian menjadi sesuatu yang mendesak untuk dimasukkan dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016.
“Kita perlu waktu yang panjang, juga memberikan kesempatan kepada penyelenggara pemilu untuk menyelenggarakan pemilu yang super rumit,” katanya.
Dengan memasukkan kodifikasi UU Pemilu dalam prioritas pembahasan Prolegnas 2016, demikian ia melanjutkan, penyelenggara pemilu akan memiliki cukup waktu untuk kemudian menurunkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang bisa saja terbit setelah UU disahkan. “Jadi UU-nya berubah, PKPU-nya juga berubah, belum lagi nanti dalam PKPU harus melalui konsultasi dengan DPR dan Pemerintah,” kata dia.
Sekretariat Bersama Paparkan Kodifikasi UU Pemilu kepada KPU
Sementara itu, Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu memaparkan, rancangan kodifikasi Undang-undang Pemilu kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Kodifikasi UU Pemilu diharapkan menjadi dasar dilaksanakannya Pemilihan Umum Serentak 2019.
“Ide kodifikasi sudah dilaksanakan sejak tahun lalu dengan mengkaji, melakukan riset dan menemukan inti kenapa butuh kodifikasi. Terminologi kodifikasi hanya cara, intinya menyederhanakan peraturan perundang-undangan,” kata Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil di Kantor KPU RI (25/11).
Fadli mengatakan adanya kompleksitas pengaturan Pemilu, mengharuskan dilakukannya penyederhanaan lewat kodifikasi. Banyaknya pengaturan justru menimbulkan duplikasi dan inkonsistensi aturan satu sama lain.
Dari sisi penyelenggara juga sangat menyulitkan dengan pemilihan yang dilakukan terpisah. Berkaca dari pengalaman pelaksanaan Pileg dan Pilpres, yang dilaksanakan dengan waktu yang dekat cukup merepotkan penyelenggara.
Lewat kodifikasi, juga diharapkan terwujudnya desain pemerintahan hasil pemilu yang efektif, dan efisien. Sebab desain pemilu sekarang justru menghasilkan pemerintahan yang terbelah dan tidak menguatkan sistem presidensial.
“Berangkat dari situ maka penting dilakukan kodifikasi. Ini satu cara membuat UU Pemilu dalam satu kitab, menyederhanakan penyelenggaraan, dan mendesain pemilu yang efektif,” kata Fadli.
Anggota KPU, Juri Adiantor mengatakan, penting meyakinkan pemerintah, kodifikasi bisa dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, menurutnya, Dewan Perwakilan Rakyat juga perlu didorong agar pembahasan kodifikasi secepatnya dibahas dalam prolegnas. (rumahpemilu.org)
Editor : Bayu Probo
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...