UU Dikti untuk Meredam Komersialisasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Undang-undang Pendidikan Tinggi No. 12 tahun 2012 (UU Dikti) pada pasal 64 dibuat untuk memberikan otonomi kepada perguruan tinggi dalam pengelolaan baik akademik maupun non akademik agar menghasilkan pendidikan tinggi dengan mutu yang baik serta meredam komersialiasasi yang sering terjadi.
Sisi lain banyak pula yang mengkritisi bahwa justru dengan adanya UU ini maka akan lebih membuka kesempatan perguruan tinggi melakukan komersialisasi karena diberikannya otonomi tersebut kepada perguruan tinggi, dan ini akan berdampak kepada calon mahasiswa yang ingin masuk ke perguruan tinggi tersebut.
Kekhawatiran disahkannya UU Dikti ini adanya kemungkinan komersialiasasi dengan semakin mahalnya biaya pendidikan yang harus ditanggung mahasiswa. Mahalnya biaya diduga akan terjadi karena kampus diberikan otonomi dan fleksibilitas dalam mengelola penyelenggaraan dan upaya peningkatan mutu pendidikan. Sementara negara dianggap bakal lepas tangan serta tak memiliki sumber daya pembiayaan yang cukup untuk mengelola ratusan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Ditambah lagi, untuk mencapai mutu pendidikan dan mendorong tumbuhnya riset pada perguruan tinggi butuh biaya yang banyak. "Negara akan tetap mengawasi segala pendanaan yang ada agar terkelola dengan baik dan sesuai," ujar Prof. Dr. Ir Rizal Z Tamin selaku Anggota Majelis Dewan Pendidikan Tinggi pada saat diskusi tentang UU Dikti di Hotel Altet Century, Jakarta (20/5).
Menurut salah satu dosen ITB ini di negara-negara maju uang rakyat sengaja diletakkan pada orang-orang yang mampu memberi contoh untuk ditiru masyarakat seperti untuk guru dan dosen, Jadi walaupun kita mengintroduksi ada sistem manajemen pada perguruan tinggi, janganlah berfikir kita berfokus pada sistem manajemennya.
UU Dikti ini mengusung Otonomi Perguruan Tinggi dimana otonomi ini bukan barang baru,” Waktu tahun 1945 atau pada saat kemerdekaan pun Prof. Dr. Soepomo sudah bicara bahwa Perguruan Tinggi (PT) harus badan hukum, tidak hanya untuk kepentingan akademik untuk menyuarakan kebenaran tapi juga untuk maju mengambil keputusan yang lain dengan cepat. Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) proses kewenangan dari PT, menyeleksi menerima dan meluluskan mahasiswa adalah kewenangan perguruan tinggi. Di swasta kelulusan ditentukan oleh perguruan tingginya bukan pemerintah itulah otonomi, tetapi tentunya dengan adanya norma, standart dan pedoman yang ditetapkan pemerintah yang tidak boleh dilanggar,” lanjut Rizal.
Menurut sumber lain Prof. Ir. Nizam selaku Sekretaris Dewan Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa sesungguhnya semua orang dari segi ekonomi manapun berhak untuk masuk ke jenjang perguruan tinggi. Berdasarkan Pasal 74 UU No. 12 Tahun 2012, tentang Pendidikan Tinggi. PTN Wajib mencari dan menjaring calon mahasiswa yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi yang kurang mampu secara ekonomi dan adanya calon mahasiswa dari daerah terdepan, terluar dan tertinggal untuk diterima paling sedikit 20% dari seluruh jumlah calon mahasiswa yang diterima dan tersebar pada semua program studi, dimana calon mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi memperoleh bantuan biaya pendidikan dari pemerintah. “Jadi semua anak mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan, dan dengan pengaturan ini kiranya tidak ada kesalahan lagi dengan pemberian subsidi, yang berhak mendapatkan adalah yang berhak menerima,” ujar Nizam.
Warga Batuah Serahkan Seekor Trenggiling ke BKSDA
SAMPIT, SATUHARAPAN.COM- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Sampit Kabupaten Kotawaring...