UU Kependudukan: Warga Harus Mengisi Kolom Agama Resmi di KTP
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – DPR RI menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dalam Rapat Paripurna DPR yang dilaksanakan di Gedung Nusantara II DPR di Jakarta, Selasa (26/11). Penduduk harus memilih enam agama resmi dalam kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Pada Pasal 64 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan, tertulis setiap warga negara harus memilih satu di antara lima agama yang diakui oleh pemerintah sebagai identitas dirinya. Namun, aliran kepercayaan tentu saja tidak terdapat dalam pilihan agama tersebut.
Sewaktu masalah tersebut ditanyakan kepada Gamawan Fauzi, Menteri dalam Negeri, ia membantah pemeluk aliran kepercayaan dipaksa memilih satu dari enam agama resmi dalam kolom agama pada kartu tanda penduduk (KTP). Pemeluk aliran kepercayaan dipersilakan mengosongkan kolom agama pada KTP. "Kalau dia di luar enam agama itu, kosongi saja," kata Gamawan di kompleks Gedung DPR, Selasa, 26 November 2013.
Gamawan mengatakan bahwa pembubuhan kolom agama dalam KTP masih dikaji. Kementerian Dalam Negeri bersama Kementerian Agama sedang memetakan kepercayaan apa saja yang digolongkan aliran kepercayaan dan mana yang sekadar mazhab dari salah satu agama.
Menurut Gamawan, pemeluk aliran kepercayaan tak akan repot dengan adanya kolom agama di KTP. Ia mengklaim hal itu tak menjadi masalah serius. Misalnya, orang yang mengaku menganut Sunda Wiwitan, Buhun, Kejawen, Parmalim, atau Kaharingan, bisa dianggap tetap memeluk agama resmi seperti Islam, Katolik, atau Protestan.
Rapat Paripurna Pengesahan RUU Administrasi Kependudukan
"Dengan demikian kami menyetujui RUU Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, demi terwujudnya sistem administrasi kependudukan yang lebih praktis dan efisien," kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang memimpin rapat paripurna itu.
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo menyampaikan laporan dari komisinya terhadap pembahasan RUU Administrasi Penduduk tersebut.
Ia mengatakan sesuai keputusan rapat intern Komisi II pada 19 November, disepakati agar RUU Administrasi Penduduk itu diselesaikan pada awal masa persidangan II tahun 2013-2014, karena merupakan satu dari 11 RUU prioritas tahun 2013 yang harus diselesaikan.
"Oleh karena itu, Komisi II berinisiatif untuk memulai pembahasan pada awal masa persidangan II ini," ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, Komisi II melakukan rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Keuangan untuk pengambilan keputusan tingkat I dan mendengar pandangan dari setiap fraksi.
Dalam rapat kerja itu, Komisi II DPR dan pihak pemerintah menandatangani draf RUU Administrasi Penduduk.
"Secara keseluruhan, lahirnya RUU perubahan atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan ini merupakan sebuah tonggak bagi terwujudnya data kependudukan yang lebih baik guna proses pembangunan demokrasi yang lebih baik di Indonesia," kata Arif.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan pasca-pengesahan RUU Administrasi Kependudukan menjadi undang-undang, Kementerian Dalam Negeri segera menindaklanjutinya dengan membuat peraturan-peraturan turunan dari undang-undang tersebut.
"Agar setelah disahkannya RUU itu menjadi Undang-Undang Administrasi Kependudukan, peraturannya menjadi lebih aplikatif dan bisa lebih operasional, sehingga apa yang menjadi kepentingan masyarakat bisa betul-betul terpenuhi," katanya.
Legislator: UU Administrasi Bereskan Data Kependudukan
Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo menyatakan bahwa data-data kependudukan dapat lebih jelas dan tertata dengan adanya Undang-Undang Administrasi.
"Ke depan tentu ini akan lebih membereskan data kependudukan, jadi lebih praktis dan efisien," kata Arif ketika dijumpai sebelum Rapat Paripurna DPR di Gedung Parlemen Jakarta, Selasa.
Arif menjelaskan bahwa UU Administrasi Kependudukan ini mengubah yang sebelumnya adalah stel aktif rakyat menjadi stel aktif pemerintah, terutama untuk perekaman data kependudukan.
"Basisnya adalah sistem kependudukan yang tunggal," kata Arif.
Salah satu keuntungannya bagi masyarakat adalah segala biaya akta yang tadinya dibebankan kepada masyarakat, nantinya akan gratis.
"Biaya yang dikeluarkan itu paling hanya blanko, itu pun nanti ditanggung pemerintah sehingga masyarakat tidak perlu repot," kata Arif.
Secara konkret aplikasi dari Undang-Undang ini akan mempermudah sistem data kependudukan dan tidak akan merepotkan masyarakat.
"Konkretnya adalah pemerintah mendatangi dari rumah ke rumah untuk menanyakan kepada penduduk yang tidak punya data kependudukan atau administrasi kependudukan yang usang dan memiliki KK lama," kata Arif.
Perihal administrasi kependudukan tercantum di dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2006, yang kemudian dalam Rapat Paripurna para anggota Dewan menyatakan setuju atas pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tersebut.
"Dengan demikian kami menyetujui RUU Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, demi terwujudnya sistem administrasi kependudukan yang lebih praktis dan efisien," kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang memimpin rapat paripurna itu. (Ant/dbs)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...