UU Pilkada Tak Berlaku Bagi Daerah Khusus
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura, Rufinus Hotmaulana Hutauruk menyatakan sejumlah aturan dalam Undang-Undang (UU) No 1/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang proses revisinya baru disahkan dalam Rapat Paripurna ke-19 DPR beberapa waktu lalu tidak berlaku bagi daerah-daerah khusus yang sudah memiliki UU sendiri, seperti Daerah Istimewa Aceh, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Papua.
"UU Pilkada ini terdapat ketentuan khusus atau lex spesialis yang tidak berlaku bagi empat daerah seperti Daerah Istimewa Aceh, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Papua, karena mereka punya UU sendiri atau otonomi khusus," kata Rufinus Hutauruk saat dihubungi satuharapan.com, Kamis (19/2).
Dia memaparkan aturan pertama, di dalam UU Pilkada tertulis kepala daerah dipilih bersamaan dengan wakilnya atau sistem paket. Sementara, di UU keempat daerah khusus tersebut kewenangan penunjukkan wakil kepala daerah diserahkan kepada kepala daerah. "Ini kembali dari UU yang lama (UU No.22/2014 tentang Pilkada), yakni kepala daerah yang menentukan wakilnya dan kepala daerah juga boleh menunjuk wakil lebih dari satu," kata Rufinus.
Politisi Partai Hanura itu melanjutkan ketentuan tersebut sebagai bentuk sikap toleransi dari pembuat UU terhadap daerah yang sudah memiliki aturan penyelenggaraan pilkada sendiri. Karena, menurut dia, prinsipnya ada beberapa bagian dalam UU Pilkada yang mengatur ketentuan khusus bagi empat daerah khusus tersebut, dan itu bisa ditoleransi karena kebutuhan empat daerah itu berbeda dengan daerah lainnya.
Kedua, masalah pilkada serentak. Dia menuturkan, untuk kepala daerah yang masa jabatannya habis pada akhir bulan Desember 2015 atau bersamaan dengan ketentuan pelaksanaan pertama pilkada serentak, daerah khusus bisa mengikutinya pada pelaksanaan tahap kedua di bulan Februari 2016.
“Atau misalnya yang berakhir awal tahun 2017 dilaksanakan di semester dua pilkada serentak di 2016," kata dia.
Ketiga, persyaratan umur dalam pencalonan kepala daerah. Rufinus mengatakan, UU Pilkada mengatur minimal umur pencalon bagi Gubernur adalah 30 tahun, sedangkan bagi bupati/walikota adalah 25 tahun. "Apabila daerah khusus mengikuti ini bagus, karena bisa memperkuat kepala daerah," kata dia.
Keempat, persyaratan ketentuan pidana pencalonan kepala daerah. Di dalam UU Pilkada diatur apabila hukuman di atas lima tahun tidak boleh mengikuti pelaksanaan pilkada. Sementara daerah khusus masih mengikuti ketentuan di atas tiga tahun.
"Ini sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Tapi ini lex spesialis lagi dari UU Pilkada, dilihat dari penafsirannya," kata dia.
Kelima, pada kependudukan. Menurut politisi Partai Hanura itu, hal tersebut akan menimbulkan masalah. Sebab, pemerintah daerah tidak memakai data berdasarkan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
"Ini jadi pertanyaan betul dalam masalah daerah khusus atau otonomi khusus ini, karena tidak memakai data dari Kemendagri (pemerintah pusat) yang sudah pakai data e-KTP," kata dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...