Vaksin Palsu, Kemenkes dan Badan POM Teledor Mengawasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kasus penjualan vaksin palsu terbongkar, dengan tertangkapnya 13 orang yang menjadi tersangka di Jabodetabek atas dugaan terlibat jaringan pemalsu beragam vaksin dasar untuk bayi, termasuk campak, polio, hepatitis B, tetanus, dan BCG (Bacille Calmette-Guerin). Polisi pun telah menemukan tiga titik yang diduga menjadi tempat meracik vaksin palsu, yakni di Jalan Serma Hasyim, Bekasi Timur; Puri Hijau Bintaro; dan Kemang Regency, Bekasi, Jawa Barat.
Hal ini menunjukkan lemahnya pembinaan dan pengawasan pemerintah. Mengacu pada Pasal 9 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 35 tahun 2014, tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Mengingat praktik pemalsuan itu sudah sangat lama, 13 tahun, membuktikan pengawasan oleh Kemenkes dan POM terhadap industri farmasi secara keseluruhan lemah, bahkan teledor, seperti dikemukakan dalam siaran pers Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, di Jakarta pada Senin (27/6) yang dilansir dari situs ylki.go.id.
Seharusnya Kemenkes dan Badan POM lebih sensitif terhadap fenomena pemalsuan produk farmasi (obat-obatan) di Indonesia, yang juga sering terjadi. Mengapa produk vaksin yang juga merupakan produk farmasi tidak terdeteksi, sehingga bisa berlangsung selama 13 tahun (sejak 2003).
Terhadap kejadian vaksin palsu, Kemenkes harus menjamin (melakukan audit ulang) di rumah sakit/puskesmas vaksin yang beredar saat ini tidak palsu. Ini juga menunjukkan pihak rumah sakit/puskesmas bahkan tenaga kesehatan teledor. Bahkan Kemenkes dan Badan POM seharusnya melakukan investigasi terhadap kemungkinan oknum rumah sakit/institusi kesehatan lain yang sengaja membiarkan atau bahkan bekerja sama dengan produsen vaksin palsu tersebut.
Class Action kepada Kemenkes dan Badan POM
Terkuaknya kasus vaksin palsu tidak bisa dianggap main-main, mengingat dampak dari vaksin palsu bisa berjangka panjang dan fatal. Tidak cukup hanya pelaku yang diberikan sanksi pidana, pemerintah sebagai regulator juga harus bertanggung jawab dan dikenai sanksi. Begitu lama praktik pemalsuan dan sudah beredar ke seluruh Indonesia, Kemenkes dan Badan POM bisa dikatakan tidak menjalankan fungsinya, sesuai kapasitas yang dimilikinya.
Apalagi penggunaan vaksin tidak bisa langsung oleh masyarakat, tetapi melalui institusi dan tenaga kesehatan. Jadi jelas, institusi kesehatan mutlak untuk dimintai pertanggungjawaban, karena telah memberikan vaksin palsu kepada pasiennya. Ini juga menunjukkan adanya pengadaan barang/jasa yang tidak beres, tidak melalui proses tender yang benar, dan berpotensi adanya tindakan koruptif oleh pejabat pembuat komitmen di Kemenkes
Terkait hal ini, YLKI mendorong dan mengajak masyarakat untuk melakukan gugatan class action yang ditujukan kepada Kemenkes, Badan POM dan institusi terkait lain, khususnya orang tua yang anaknya dilahirkan pada kisaran tahun 2004 ke atas. Karena anak dengan kelahiran 2004 dan seterusnya berpotensi menjadi korban vaksin palsu.
YLKI siap memfasilitasi gugatan class action tersebut, guna memberikan pelajaran kepada pemerintah karena lalai tidak melakukan pengawasan, dan masyarakat menjadi korban akibat kelalaian itu.
Editor : Sotyati
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...