Vietnam menjadi Raksasa Kopi
HO CHI MINH, SATUHARAPAN.COM – Seiring dengan berakhirnya perang Vietnam pada 1975, negara ini menjadi terpuruk. Sistem perekonomian yang dicontoh dari Uni Soviet pun tak mampu membantu.
Pada tahun 1986, Partai Komunis bertaruh banyak pada produksi kopi.
Produksi kopi kemudian tumbuh, berkisar 20-30 persen per tahun pada dekade 1990. Industri itu sekarang mempekerjakan 2,6 juta orang.
Industri kopi telah menolong Vietnam melakukan transformasi ekonomi.
BBC melaporkan pada Sabtu (25/1), pada 1994, sekitar 60 persen warga Vietnam berada di bawah garis kemiskinan. Namun, angka kemiskinan itu berkurang menjadi kurang dari 10 persen.
Kopi diperkenalkan ke Vietnam oleh Prancis pada abad ke-19. Sedangkan pabrik yang memproduksi kopi instan mulai beroperasi pada 1950.
Demikianlah kopi Vietnam mulai dikonsumsi, dan mengapa sekitar seperempat dari kopi yang diminum di Inggris berasal dari Vietnam.
Konsumen asal Inggris lebih memilih minum kopi itu daripada kopi mewah seperti espresso, latte, dan cappuccino.
Biji kopi Arabica mengandung kafein sebanyak 1-1,5 persen, sedangkan Robusta mengandung kafein lebih banyak, yaitu 1,6-2,7 sehingga membuat rasanya lebih pahit.
“Kompleksitas rasa yang dihasilkan zat kimia membentuk cita rasa yang melekat pada kopi,” ujar Will Frith, konsultan kopi di Vietnam.
“Kafein hanyalah sebagian kecil unsur dari total isi kopi, terutama jika dibandingkan dengan alkaloid (golongan senyawa basa bernitrogen dan terdapat pada tumbuhan, Red) lainnya yang setiap menitnya mempengaruhi rasa,” tambahnya lagi.
Beberapa perusahaan, Nestle misalnya, memiliki pabrik pengolahan di Vietnam, yang mengelola biji kopi dan mengemasnya.
Namun, seorang ahli ekonomi Organisasi Kopi Internasional di London, Thomas Copple mengatakan kebanyakan kopi Vietnam diekspor dalam bentuk biji-bijian, baru kemudian diolah di tempat lain, di Jerman misalnya.
Banyak orang Vietnam yang hidup dari kopi, namun hanya sedikit yang menjadi sangat kaya.
Sebagai contoh jutawan Dang Le Nguyen Vu. Perusahaannya, Trung Nguyen Corporation, berada di Kota Ho Chi Minh –sebelumnya Saigon– kekayaannya berada di Central Highland dekat Buon Ma Thuot, pusat kopi di negara itu.
Chairman Vu, begitu ia biasa dipanggil, bahkan memiliki lima Bentleys dan sepuluh Ferrari. Majalah Forbes memperkirakan kekayaannya senilai $100 miliar, di mana pendapatan tahunan di negaranya hanya sebesar $1,300.
Penyebaran kopi juga memiliki kekurangan.
Aktivitas pertanian apa pun memiliki bahaya tersendiri di Vietnam. Hal itu dikarenakan banyaknya sisa artileri yang belum meledak setelah Perang Vietnam. Di Provinsi Quang Tri, 83 persen lahan bahkan diduga masih mengandung bom.
Pemerhati lingkungan juga memperingatkan bencana yang mengancam.
World Wide Fund for Nature (WWF) memperkirakan 40,000 mil persegi hutan telah ditebang sejak 1973. Sebagian digunakan untuk lahan kopi, dan banyak ahli mengatakan sebagian besar lahan yang digunakan untuk budidaya kopi mulai jenuh.
“Para petani Vietnam menggunakan terlalu banyak air dan pupuk,” ujar Dr Dave D’Haeze, ahli tanah asal Belgia.
“Ada kepercayaan tradisional yang mengatakan memang itulah yang harus dilakukan, dan tidak ada seorang pun yang dilatih bagaimana sesungguhnya cara memproduksi kopi,” tambahnya lagi.
Beberapa orang dari kelompok etnis minoritas Vietnam juga mengatakan telah dipaksa meninggalkan tanah mereka.
Namun Chairman Vu mengatakan kopi merupakan suatu kebaikan bagi Vietnam.
Ia saat ini bahkan merencanakan untuk mendirikan suatu jaringan kedai kopi dengan cita rasa Vietnam di dunia internasional.
“Kami ingin membawa kopi Vietnam ke seluruh dunia. Ini bukan hal yang mudah, tapi tahun depan kami ingin bersaing dengan merek besar seperti Starbucks,” ujarnya.
“Jika kita bisa mengambil atau memenangkan pasar Amerika Serikat, kita bisa menaklukkan seluruh dunia,” jelasnya lagi. (BBC)
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...