Virus Corona Adalah Kritik Perilaku Manusia
SATUHARAPAN.COM-Pada dekade 1990-an prediksi di bidang kesehatan umumnya menyebutkan akan meningkatnya penyakit degeneratif yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup manusia. Dan di sisi lain akan ada penurunan penyakit menular, karena makin canggihnya ilmu kedokteran dan farmasi dalam penemuan obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Prediksi itu tampaknya benar di beberapa sisi, di mana penyakit degeneratif, seperti diabetes, serangan jantung koroner, lemak darah, kegemukan, stroke, dan berbagai jenis kanker, memang menunjukkan jumlah penderita penyakit degeneratif meningkat.
Tentang penyakit menular yang umumnya disebabkan oleh mikroorganisme, memang mulai bisa diatasi, seperti diare, demam berdarah, polio, cacar, tuberkulosis, lepra, dan lainnya. Bahkan beberapa negara maju disebutkan telah bebas dari berbagai penyakit itu.
Namun demikian, belakangan ini, ada hal-hal yang berada di luar kalkulasi ketika itu, yang membuat prediksi itu agak buram dan perlu lebih banyak dipertimbangkan, terutama di mana perubahan gaya hidup manusia sepertinya berada di ruang yang berbeda dengan transmisi penyakit penularan.
Munculnya virus corona jenis baru yang sekarang mengguncang China, harus menjadi pertimbangan mengenai kebijakan kesehatan masyarakat, bukan hanya bagi satu negara, tetapi kemungkinan secara global. Bahwa dunia sekarang menyaksikan meningkatnya penyakit degeneratif, tetapi juga penyakit menular baru yang penyebarannya makin cepat, dan mematikan. Ini terjadi mengingat bahwa mobilitas manusia terus meningkat.
Penyakit Baru dan Lama
Terkait dengan wabah corona virus, dunia melihat bahwa sejumlah kota di China harus “diisolasi” dengan larangan bepergian (keluar dan masuk) ke satu wilayah untuk menghentikan penyebaran virus. Dan kekhawatiran makin tinggi, ketika penularan itu sepertinya begitu cepat dari yang bisa diprediksi.
Ini mengingatkan akan wabah yang mirip dengan virus corona, SARS (severe acute respiratory syndrome) yang memiliki gejalan yang mirip dan disebabkan oleh virus yang mirip dengan virus corona. Wabah ini menyebabkan kematian pada sekitar 800 penderita dan ribuan yang terinfeksi. Ini terutama terjadi di China bagian selatan dan Hong Kong.
Ini bukan hanya soal kesehatan, tetapi dampak sosial dan ekonominya juga sangat berat, tertama di Hong Kong, pusat bisnis dunia yang tiba-tiba menjadi “kota tertutup” dalam beberapa waktu. Itu terjadi di tahun 2003, dan virus diyakini berasal dari Provinsi China daratan di selatan, Guangdong. Juga diyakini virus mengalami loncatan dari binatang dan kemudian menginfeksi manusia.
Dunia juga menyaksikan epidemi ebola di Afrika dalam beberapa tahun. Para peneliti juga mengindikasikan virus ebola mengalami “loncatan” dari binatang ke manusia, dan telah memakan banyak korban.
Kemudian kita bisa menyebut yang lain seperti MERS (Midle East Respiratory Syndrome) mirip SARS yang ditekukan di Timur Tengah, namun tidak menyebar secara luas. Dugaan para ahli, inang penyebaran virus itu adalah binatang, termasuk unta. Dan di Amerika Selatan, kita menyaksikan penyebaran Zika, terutama di Brazil tahu 2016.
Dunia juga masih mencatat tentang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus / Aquired Immune Deficiency Syndrome). Lagi-lagi, virus ini juga diduga kuat “jenis” hasil dari “lompatan” virus yang sebelumnya ada di binatang. Catatan tentang penyakit menular ini bisa makin panjang ketika kita menambahkannya dengan flu burung atau avian flu, atau flu babi, dan juga jenis lain yang disebabkan oleh mikroorganisme lain.
Jadi penyakit menular memang menurun pada jenis-jenis yang dikenal selama ini, seperti polio dan TBC. Namun belakangan muncul penyakit baru yang disebabkan oleh jenis mikroorganisame yang mengalami perubahan, dan “loncatan” yang menjadikan mereka mikroorganisme yang bersifat patogen bagi manusia. Tentang ini mungkin belum menjadi perhitungan di tahun 1990-an.
Jadi, di bidang kesehatan, dunia ini menghadapi meningkatnya penyakit degeneratif, namun juga menyaksikan munculnya penyakit menular baru yang bisa membuat kepanikan yang besar secara global.
Perilaku Manusia
Kalau ditelusuri munculnya penyakit menular baru, terutama yang disebabkan oleh berbagai jenis virus, banyak yang diduga berasal dari virus yang sebelumnya hidup di dalam tubuh binatang, bahkan dari satwa liar.
Loncatan itu terjadi sebagai konsekuensi kontak yang makin intensif; manusia di bumi ini terus mendesak bumi dengan populasi yang meningkat, menggusur habitat hutan alam dan satwa liar. Manusia dengan pengetahuan dan teknologinya terus mengeksplorasi, tetapi lebih-lebih mengekspoitasi alam, bahkan melakukannya tanpa dasar pengetahuan yang memadai. Konflik manusia dengan satwa liar terus terjadi, karena situasi ini. Dan sebaliknya satwa liar banyak juga yang karena kehilangan habitat aslinya, mulai masuk di tengah lingkungan manusia.
Kontak manusia dengan satwa juga terus meningkat, bukan hanya di petermakan, tetapi juga dengan satwa liar, karena perburuan untuk konsumsi atau dijadikan binatang peliharaan, bahkan dijadikan obat, sekalipun sering alasannya tidak rasional.
Kerakusan manusia tampaknya harus dipersalahkan dengan munculnya penyakit baru yang membuat kepanikan di dunia ini. Kasus SARS tahun 2003 dan virus corona tahun 2020 ini, dengan fokus kota-kota China, di mana perdagangan satwa liar untuk konsumsi dan pengobatan sangat populer, dan mungkin terpopuler di dunia, adalah alasan yang kuat untuk menuding perilaku manusia. Dan tentu saja, contoh yang paling nyata dari risiko eksploitasi alam yang berlebihan.
Eksploitasi satwa liar ini bahkan sering dibungkus dengan mitos yang naif, sebagai makanan “ajaib” untuk vitalitas, atau obat “mujarab.” Di Indonesia, perdagangan satwa liar untuk konsumsi, pengobatan dan dijadikan binatang peliharaan juga terus terjadi, dan tampaknya ada kecenderungan meningkat. Negara ini memang belum mengalami kasus seperti wabah ebola, SARS dan virus corona ini. Meski demikian, tidak bisa kehilangan kewaspadaan akan potensi ancaman ini.
Jadi, tentang munculnya penyakit menular baru pusat persoalannya ada pada perilaku kita terhadap habitat satu-satnya bagi manusia, Planet Bumi. Maka bukan kebetulan bahwa kasus virus corona ini muncul nyaris bersamaan dengan krisis akibat perubahan iklim yang ditandai dengan banjir, kekeringan, dan kebakaran. Juga bersamaan dengan ketika bumi diterpa krisis sampah plastik, dan pencemaran udara akibat penggunaan berlebihan bahan bakar fosil.
Dunia tampaknya masih akan melihat masalah-masalah lain seperti virus corona dan krisis lingkungan lainnya, dan frekuensinya mungkin makin tinggi, ketika perubahan perilaku manusia tehadap lingkungan tidak berubah menjadi lebih ramah dan bersifat pemelihara, ketimbang menjarah.
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...