Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Kartika Virgianti 12:18 WIB | Selasa, 10 Desember 2013

Wagub DKI Menyesalkan Permukiman Liar di Sekitar Perlintasan Kereta

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. (Foto: Kartika V.)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Selain ketidakdisiplinan pengemudi truk yang menerobos palang perlintasan kereta, sehingga menyebabkan kecelakaan, Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama juga menyesalkan ketidakdisiplinan masyarakat yang mendirikan bangunan liar di dekat rel atau perlintasan kereta api, sebagaimana dikatakan Basuki ketika ditemui di Balai Kota pada Selasa pagi (10/12).

Menurut Basuki, sebelumnya PT. KAI pernah berencana membuatkan tembok, berdasarkan peraturan tersebut. Namun gagal karena rumah-rumah liar kembali tumbuh di sana. Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, jarak 6 meter dari rel/perlintasan kereta harus steril dari kegiatan apapun, sedangkan mendirikan bangunan harus minimal  11 meter dari perlintasan rel.

Tapi kondisi saat ini, bangunan liar tersebut hanya berjarak sekitar 2 meter dari rel.Bukan hanya bangunan rumah, yang lebih mengerikan menurut Basuki, “Pinggiran perlintasan kereta api bahkan ada yang dijadikan pasar, orang sampai kendaraan seenaknya nyelonong.”

“PT KAI kan wajib menutup lintasan, tapi kalau ditutup orang protes, kita dibilang melanggar HAM menutup jalan orang. Kami hendak menggusur orang yang tinggal di lintasan kereta, dibilang melanggar hak orang juga. Sekarang sudah ada terjadi kecelakaan seperti itu bagaimana? Membiarkan ketidakdisiplinan atas nama kemanusiaan, atau kita yang mau mencegah?” ungkap Basuki prihatin.

“Kalau kita mau menegakkan aturan selalu dibilang melanggar HAM, tapi nyawa orang melayang begitu banyak karena tidak disiplin tidak ada yang komentar. Kita hanya ingin mengajar orang untuk disiplin, kalau kamu tidak disiplin akibatnya seperti ini. Sekarang sudah kejadian kayak gini semua diam, saling menyalahkan, kita dianggap membiarkan lintasan sagala macam,” sesalnya.

Seperti sebelumnya, Basuki mencontohkan kasus Waduk Pluit. Kalau terjadi banjir rob tanggul tujuhpun bisa roboh, yang bahaya kalau rob malam bisa banyak korban jiwa. Olleh karena itu pihaknya melakukan penggusuran dan merelokasi pemukiman liar.

Misalnya lagi ketika pihaknya memindahkan sekolah pelajar pembajak bus tempo hari, dikatakan dia melanggar hak anak. “Nanti kalau tanya, bilangnya Pemprov tidak mau cegah, kalau kita cegah mereka marah,”

Kayak sekarang TransJakarta, denda dikenakan maksimum karena kalau hanya Rp 50 ribu orang masa bodoh. Sudah dikasih denda maksimum orang masih langgar juga. Nanti, kami akan blokir STNK saja. Sudah blokir STNK, nanti ada lagi yang ribut melanggar haknya dia, hak yang bagaimana? Ini memang parah. Disiplin kita itu yang jadi masalah.”

Sayangnya, ketidakdisiplinan itu karena tidak adanya penegakkan hukum. Basuki kembali memberi contoh negara Singapura, di sana tidak ada warga ataupun turis pendatang yang berani buang sampah bahkan meludah sembarangan.

“Saya kira kalau mau menegakkan itu gampang. Kamu kira orang Singapura baik-baik? Tidak juga, mereka di sini meludah juga sembarangan. Tapi kenapa di Singapura tidak berani? Karena hukum. Misal anak-anak Singapura, buang permen karet sembarang, ada hukum cambuknya.”

“Intinya itu harus penegakkan hukum.” kata Basuki dengan tegas.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home