Wagub DKI: Rapor Merah Imbas Gejolak Politik 2014
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan penilaian buruk yang diberikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok merupakan imbas dari gejolak politik yang terjadi selama 2014.
Gejolak itu menurutnya menimbulkan penyerapan anggaran yang tak maksimal, yakni hanya mencapai 66,80 persen dengan nilai Rp 43,4 triliun dari Rp 65,042 triliun yang direncanakan pada pagu pendapatan. Sementara realisasi belanja hanya mencapai 59,32 persen.
“Kan ada gejolak politik selama 2014. Gejolak secara politik ada pemilu, ada pilpres, dan faktor itu juga harus dihitung dong. Bukan hanya kemudian dilimpahkan ke pemerintah DKI,” ujar Djarot di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (24/4) siang.
Selain gejolak politik, gejolak ekonomi juga terjadi akibat adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi pada akhir 2014. Kenaikan BBM yang ditetapkan pemerintah pusat dinilai menyebabkan tingginya laju inflasi. Laju inflasi terhitung sejak Januari hingga Desember 2014 mencapai 8,95 persen. Angka ini meningkat dibandingkan dengan laju inflasi 2013 yang hanya mencapai 8 persen.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS), data angka kemiskinan selama 2013 tercatat sejumlah 371.000 jiwa, sementara hingga September 2014, angka kemiskinan meningkat mencapai 412.000 jiwa.
“Angka kemiskinan pun meningkat tidak hanya karena kinerja Pemda DKI atau situasi daerahnya, tapi juga harus dilihat dari situasi nasionalnya, yakni faktor harga BBM naik, semua naik,” ujar dia.
Sebelumnya, Pantas Nainggolan, Ketua Komisi E dari Fraksi PDIP menyatakan Ahok mengalami sembilan kegagalan selama masa kepemipinannya pada 2014.
Pertama, pendapatan yang tercapai hanya mencapai 66,8 persen atau Rp 43, 4 triliun dari rencana Rp 65 triliun yang telah disusun. Kedua, belanja hanya terealiasi sebesar 59,32 persen, yakni merupakan belanja terendah ibu kota negara dan jika belanja terealisasi 100 persen maka akan terdapat defisit anggaran sebesar Rp 20 triliun.
Ketiga, di sektor pembiayaan realisasi PMP hanya mencapai 43,62 persen yang terdiri atas kegagalan realisasi PMP pada PT KBN, PT Pam Jaya, dan PT Food Station.
Keempat, kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP) dinilai semena-mena tanpa perhitungan yang matang dan dinilai menambah beban rakyat. Kelima, angka kemiskinan naik dari 371.000 pada 2013 meningkat menjadi 412.000 pada 2014. Kenaikan angka kemiskinan ini menunjukkan kegagalan Pemprov Jakarta menyejahterakan masyarakat.
Keenam, pemberian izin reklamasi pantai oleh Gubernur DKI dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir pantai dan Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang reklamasi pantai sehingga izin yang sudah dikeluarkan harus dicabut. Ketujuh, Gubernur DKI dinilai belum mampu mempertahankan aset-aset Pemda DKI Jakarta yang berpekara di pengadilan. Kedelapan, penerimaan CSR selama ini tidak dikelola dengan transparan sehingga DPRD minta untuk diaudit. Kesembilan, Gubernur DKI dinilai melanggar perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Pasal 22 tentang organisasi perangkat daerah berkenaan dengan penghapusan jabatan wakil lurah.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...