Wajarkah Politikus Minta Fasilitas saat ke Luar Negeri?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Surat permohonan politikus untuk mendapatkan bantuan fasilitas saat membawa anggota keluarganya berkunjung ke suatu negara ramai diperbincangkan publik dalam dua hari terakhir. Muncul pertanyaan, apakah wajar seorang politikus meminta perwakilan Pemerintah di negara tujuannya untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan bersama keluarga?
Awalnya, muncul surat yang diduga ditandatangani Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Dwi Wahyu Atmaji, dengan nomor B/1337/S.PANRB/03/2016 yang diterbitkan pada hari Selasa (22/3).
Dalam surat yang beredar melalui pesan pendek, hari Kamis (31/3), dituliskan bahwa politikus Partai Hanura, Wahyu Dewanto, akan berkunjung ke Sydney dan Gold Coast, Australia, bersama lima orang anggota keluarganya, hari Kamis (24/3) hingga hari Sabtu (2/4). Dwi pun meminta Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kota Sydney menyediakan fasilitas berupa akomodasi dan transportasi bagi Wahyu dan keluarga.
Belum lewat 24 jam, muncul surat atas nama anggota DPR RI dari Partai Gerindra, Rachel Maryam, kepada Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBPP) untuk Republik Prancis merangkap Kepangeranan Andorra yang diterbitkan hari Jumat (18/4).
Dalam surat yang menggunakan lambang DPR RI dan menegaskan bahwa surat dibuat oleh Komisi I DPR RI itu, Rachel meminta bantuan penjemputan dan transportasi bagi dia dan lima anggota keluarganya saat berkunjung ke Kota Paris, Prancis, hari Minggu (20/3) hingga hari Kamis (24/3) lalu.
Dalam dua surat di atas, tidak ditemukan pernyataan yang menyatakan bahwa perjalanan dilangsungkan dalam kedinasan. Dengan kata lain, baik Wahyu dan Rachel, tengah berlibur bersama keluarganya dan meminta perwakilan Republik Indonesia di Sydney dan Paris untuk menyediakan sejumlah fasilitas.
Ketidakpatutan
Menanggapi, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menyatakan sikap Wahyu dan Rachel menunjukkan ketidakpatutan. Menurutnya, perwakilan Pemerintah di luar negeri hanya dapat memberikan fasilitas bagi kunjungan yang bersifat institusional dan dilakukan secara formal.
“Kunjungan sebagai anggota dewan sudah ada aturan mainnya, pendekatannya harus institusional dan dilakukan secara formal,” kata Siti saat dihubungi satuharapan.com, di Jakarta, hari Jumat (1/4).
Menurutnya, permohonan fasilitas pada perwakilan Pemerintah di luar negeri tidak bisa dilakukan secara pribadi. Sebab, bila menerima kunjungan dari pejabat Indonesia, perwakilan Pemerintah di luar negeri harus mengatur jadwal untuk melangsungkan berbagai pertemuan yang bersifat diplomatik.
“Delegasi Indonesia saat melakukan kunjungan ke luar negeri harus melakukan audiensi dengan negara lain. Di sini fungsi perwakilan Pemerintah di luar negeri, untuk menjadi jembatan,” katanya.
“Jadi ini salah alamat,” Siti menambahkan.
Dia pun mengatakan politikus yang melakukan ketidakpatutan ini harus mendapatkan sanksi administratif. Sebab, sikap yang dilakukan telah menyalahi prinsip-prinsip birokrasi hingga melanggar etika.
“Ini pelanggaran etika dan harus diberikan sanksi administratif pada kecerobohan, kelengahan, dan ketidakpatutan yang mereka lakukan,” tutur Siti.
Editor : Eben E. Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...