Wakil Ketua MPR: Radikalisme Timbul karena Ketidakadilan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dr. H. Muhammad Hidayat Nur Wahid, M.A., Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menilai radikalisme dan terorisme yang cukup merebak belakangan ini di negara-negara Barat muncul karena adanya ketidakadilan undang-undang, seperti yang berlaku di Prancis.
Ini disampaikannya ketika menanggapi tragedi penembakan para satiris oleh Kouachi bersaudara di Kantor Majalah Satir Prancis beberapa waktu lalu.
Undang-undang di Prancis yang menjamin sebebas-bebasnya kebebasan berekspresi telah menimbulkan ketidakadilan bagi beberapa pihak, termasuk umat Islam. Mereka menilai gambaran Nabi Muhammad yang digambarkan dalam majalah satir tersebut telah melukai kesucian simbol agama.
“Di Prancis ada undang-undang yang diberlakukan dan itu memang hak mereka untuk memberlakukan undang-undang. Namun, ada yang mengkritik ketika undang-undang di Prancis memberikan perlindungan terhadap para satiris. Undang-undang itu dinilai beberapa pihak tidak adil. Karena itu, untuk menghabisi radikalisme dan terorisme, sebelumnya harus terlebih dahulu ditegakkan keadilan. Hadirkanlah perilaku dan hukum yang adil. Dengan demokrasi, hal-hal radikalisme bisa teratasi,” Hidayat memaparkannya pada diskusi “Freedom of Speech and Expression is Not Without Limit?” di Kantor DPP Muhammadiyah, Jakarta pada Senin (26/1).
Menurutnya, harus disadari bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu yang tanpa batas.
Dalam dunia, orang tentu mengenal adanya limitasi, baik limitasi untuk ekspresi maupun untuk speech. Bahkan, ada aturan-aturan yang membatasi limitasi bagi kehidupan yang berperadaban.
Reaksi terhadap tragedi kemanusiaan Charlie Hebdo yang berkembang pesat di seluruh belahan dunia merupakan konsistensi masyarakat terhadap realitas yang sehari-hari sudah dihidupi.
“Kedua belah pihak yang mengungkapkan aksi maupun reaksi dalam konteks majalah Charlie Hebdo telah menguji kita semua, sejauh mana kita konsisten untuk mendudukkan masalah ini secara proporsional dalam konteks di mana sesungguhnya dunia ini tidak mengenal sesuatu yang tanpa batas,” ujar Hidayat.
Karena itu, dijelaskan Hidayat, tidak harus dipertentangkan deklarasi PBB universal terkait hak asasi manusia (HAM) pasal 18 dan 19, di mana dalam pasal itu secara berturut-turut disebutkan kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap keyakinan.
“Harusnya tidak perlu dipertentangkan karena pasal itu saling berkaitan,” katanya.
“Kita tidak boleh memotong pasal itu, namun harus mengaitkannya, yakni kita bebas berekspresi namun menghormati keyakinan,” ia menambahkan.
Dalam konteks Islam, dijelaskan Hidayat sudah sejak awal agama Islam bertemu dengan pluralitas, dan bagi mereka tidak ada kesulitan untuk membangun kesepakatan yang menghadirkan kebersamaan untuk menjaga kedaulatan bangsa dan menghadirkan kehidupan yang harmonis.
“Mungkin saja orang itu dihina luar biasa, namun harus disikapi dengan cara-cara yang menghadirkan penerangan, bahkan mendoakan. Peradaban agung dan akal sehat manusia telah menuntun manusia untuk tidak melakukan hal-hal yang merusak keberlangsungan hidup bersama umat manusia,” kata Hidayat menanggapi tragedi Charlie Hebdo.
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...