Wakil PM Suriah: Hentikan Permusuhan dan Solusi Politik Tanpa Syarat
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Wakil Perdana Menteri Suriah, Walid Al-Moualem, mengatakan bahwa konflik di negerinya bukanlah perang saudara, melainkan perang melawan teror.
"Tidak ada perang sipil di Suriah, tetapi perang melawan teror yang tidak mengenal nilai-nilai, atau keadilan, atau kesetaraan, dan mengabaikan hak atau hukum," kata Walid Al-Moualem
Al-Moualem yang juga menjabat Menteri Luar Negeri dan Ekspatriat itu mengatakan dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Senin (30/9). Sidang ini telah berlangsung sejak 24 September lalu, dan kesempatan bagi kepala Negara dan pemerintahan untuk membahas masalah-masalah nasional dan global.
Konflik bersenjata di Suriah telah menjadi sorotan dalam sidang ini dan merupakan keprihatinan dunia atas masalah kemanusiaan, transisi politik dan digunakannya senjata pemusnah massal.
Perang yang berlangsung sejak Maret 2011 ini telah merenggut setidaknya 100.000 jiwa, dengan dua juta warga terpaksan mengungsi dan sekitar empat juta lainnya terjebak sebagai pengungsi di dalam negeri.
Al-Moualem mengatakan, "Menghadapi teror ini, negara saya memerlukan masyarakat internasional untuk bertindak sesuai dengan resolusi yang relevan pada kontra-terorisme."
Dia menegaskan,. Bahwa tindaka internasional itu khususnya "untuk dengan cepat memaksa negara-negara dikenal kuat keuangannya, memiliki senjata dan memberikan tempat yang aman bagi teroris yang datang dari berbagai negara di dunia.
Pembunuhan Mengerikan
Dia mengatakan bahwa Al-Qaeda dan cabang-cabangnya, seperti Jabhat Al-Nusrah, Negara Islam di Irak dan Levant, Brigade Islam, dan banyak kelompok lain yang berperang di Suriah. Dia menambahkan bahwa banyak negara tidak mau mengakui kenyataan bahwa, meskipun terjadi adegan pembunuhan, pembantai dan "memakah jantung manusia” yang ditampilkan pada layar televisi.
"Di Suriah, Saudara-saudara, ada pembunuh yang memotong-motong tubuh manusia saat (korbannya) masih hidup dan mengirim kaki mereka untuk keluarga mereka, hanya karena mereka warga yang membela Suriah bersatu dan sekuler," kata dia.
Tentang penggunaan senjata kimia di Suriah, di mana Dewan Keamanan PBB pekan lalu meminta dimusnahkan, dia mengatakan bahwa Suriah adalah pihak yang pertama kali meminta penyelidikan ataspenggunaan gas beracun beberapa bulan yang lalu.
Al-Moualem meyakinkan Majelis tentang komitmen penuh negaranya untuk memenuhi kewajiban pada Konvensi Pelarangan Senjata Kimia, sekarang memerlukan prosedur yang disepakati. Bahkan dia juga menyerukan pembentukan zona bebas dari semua senjata pemusnah massal di Timur Tengah.
Solusi Politik
Namun demikian, pihak Suriah menuntut adanya tindakan PBB terhadap negara yang mengirim pasukan yang dia sebut sebagai teroris. “Masih ada pertanyaan, apakah mereka yang memasok teroris dengan jenis senjata akan mematuhi komitmen hukum mereka, karena teroris, yang menggunakan gas beracun di negara saya, telah menerima bahan kimia dari kawasan sekitar dan negara Barat yang sudah kita semua mengenalnya?"
Al-Moualem menegaskan keinginan pemerintahnya untuk dicapainya solusi politik atas konflik tersebut. Dia menyerukan untuk sebuah konferensi perdamaian di Jenewa dengan penyelenggaraan yang merupakan perwakilan gabungan Liga Arab dan PBB, dan beberapa negara telah bekerja untuk bernegosiasi. Hal itu diselenggarakan tanpa prasyarat, sehingga Suriah secara bersama bisa menentukan pemerintahan masa depan bagi negara.
"Sekarang, bagi mereka yang mengaku mendukung solusi politik di Suriah untuk menghentikan semua praktik dan kebijakan bermusuhan terhadap Suriah, dan untuk menuju ke Jenewa tanpa prasyarat," kata dia. (un.org)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...