Waktu Terbaik Naikkan BBM Bersubsidi Bulan Ini
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Waktu yang baik menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah bulan ini, karena kuota BBM bersubsidi akan habis.
Hal tersebut diucapkan Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM), Tony Prasetiantono usai menghadiri diskusi masukan untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015, di Jalan Cemara nomor 19, Jakarta Pusat, Senin (1/9).
Meski begitu, Tony mengatakan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didampingi Joko Widodo (Jokowi) dalam mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut.
"Waktu yang tepat menaikkan harga BBM bersubsidi adalah bulan ini, karena kuota yang kita miliki sudah habis. Tapi lebih baik dalam pengumuman kenaikan itu Pak SBY didampingi oleh Jokowi (presiden terpilih 2014, Red)," kata Tony.
Menurut dia, jika pengumuman kenaikan harga BBM dilakukan bersama-sama, maka memperlihatkan putusan tersebut atas dasar pemikiran kedua belak pihak, yakni Presiden SBY dan Jokowi. Sehingga, tidak ada yang merasa terjebak atau dijebak, seperti pandangan nan beredar di masyarakat.
Tony melihat, kuota BBM bersubsidi tahun ini sebanyak 46 juta kilo liter akan habis, untuk jenis premium diperkirakan pada Desember, sedangkan solar diprediksi habis pada November.
"Walau kenaikan dinilai terlambat, tapi itu lebih baik dibanding tidak menaikkannya, karena pasti ada efeknya. Pengguna BBM bersubsidi akan beralih menggunakan Pertamax," kata dia.
Dengan kenaikan BBM bersubsidi, lanjut Tony, pemerintah tidak perlu menambah anggaran lagi untuk subsidi, sebab alokasi dana subsidi BBM pada APBN 2013 sangat tidak ideal.
"Subsidi itu sekitar 350 triliun rupiah atau 20 persen dari APBN, sementara untuk infrastruktur itu kurang dari 200 triliun rupiah, ini tidak ideal dan tidak sehat," ujar Tony.
Jokowi Efek
Sebelumnya, dalam sesi diskusi Tony menyampaikan harapan akan hadirnya Jokowi efek saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2014-2019, Senin (20/10) mendatang.
Ia mengatakan Jokowi efek pertama kali tercipta saat Gubernur DKI Jakarta tersebut maju sebagai calon presiden. Hal tersebut, membuat penguatan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat menjadi 11.200 rupiah per dollar Amerika Serikat.
"Namun itu tidak lama, karena adanya kabar quantitative easing yang mau dihentikan, sehingga rupiah kembali melemah. Suasana pemilu yang menegangkan juga menghilangkan Jokowi efek," kata Tony.
Oleh karena itu, Tony meminta Jokowi-JK dapat menciptakan susunan kabinet ke depan seusai dengan keingginan masyarakat sehingga dapat memacu investasi asing masuk ke dalam negeri.
"Kita harap Senin (20/10) ada Jokowi efek, sehingga mampu membuat rupiah menguat terhadap dolar. Dan nantinya dapat menurunkan BI Ratesecara perlahan, dari sekarang 7,5 persen," tutur dia.
Ruang Fiskal SBY
Ekonom dari UGM itu juga menyampaikan pemerintahan Presiden SBY memiliki ruang fiskal untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
Menurutnya, keengganan Presiden SBY menaikkan harga BBM bersubsidi justru membebani pemerintahan mendatang.
"Dari sisi APBN, Presiden SBY tidak mau naikkan BBM. Kenaikan BBM seharusnya memang di era Presiden SBY. Lagian tahun ini pekerjaannya sampai tanggal 20 Oktober, jadi seharusnya ia menjaga kualitas struktur APBN kita," ujar Tony.
Tony juga menyampaikan keputusan kenaikan harga BBM bersubsidi juga bentuk pendidikan bagi masyarakat, bahwa cadangan energi fosil Indonesia telah langka.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...