Walhi: Tahun 2013 Bencana Akibat Kerusakan Lingkungan Terjadi di Semua Provinsi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengeluarkan hasil pendataan perihal bencana ekologis akibat kerusakan lingkungan di seluruh Indonesia. Bencara ekologis tersebut seperti longsor, banjir bandang, banjir dan longsor, banjir rob, banjir lahar dingin dan banjir karena luapan danau.
Walhi melalui siaran pers, Senin (3/6) disebutkan selama kurun waktu lima bulan terhitung sejak 1 Januari hingga 31 Mei 2013, terjadi bencana ekologis di semua provinsi. Dari total 34 provinsi se-Indonesia, tidak satupun yang terbebas dari bencana. Selama waktu tersebut telah terjadi 776 kali bencana yang melanda 3.846 desa/kelurahan yang tersebar di 1.584 kecamatan dan 311 kabupaten/kota.
Bencana tersebut menurut Mukri Friatna selaku manager penanganan bencana Walhi Nasional, telah menyebabkan 348 korban jiwa meninggal, 44 korban diakibatkan bencana pertambangan. Sedangkan Jawa Barat merupakan provinsi terbanyak menelan korban jiwa yaitu 66 orang.
Dari semua bencana-bencana ekologis tersebut, banjir mendominasi sebanyak 579 kali, diikuti longsor 129 kali, banjir rob 36 kali, banjir luapan danau tiga kali, banjir lahar dingin tiga kali, dan banjir longsor 26 kali.
Sementara bencana ekologis dalam skala regional, di Sumatera bencana tertinggi dialami oleh Aceh dengan terjadi 44 kali bencana yang melanda 449 desa/kelurahan, tersebar di 127 kecamatan dan 19 kabupaten/kota yang menimbulkan sembilan korban jiwa.
Sedangkan terendah adalah Propinsi Kepulauan Riau yaitu tiga kali bencana melanda tiga desa tersebar di tiga kecamatan dan dua kabupaten/kota. Di pulau Jawa, tertinggi adalah Jawa Timur, terjadi 90 kali yang melanda 637 desa/kelurahan tersebar di 195 kecamatan dan 31 kabupaten/kota. Dan terendah adalah Jogja hanya dua kali banjir.
Di Kalimantan, tertinggi adalah Kalimantan Selatan yaitu 13 kali yang melanda 203 desa/kelurahan tersebar di 43 kecamatan dan delapan kabupaten/kota. Sedangkan yang terendah Kalimantan Utara yaitu dua kali bencana melanda delapan desa/kelurahan.
Di Sulawesi, Sulawesi Selatan adalah yang tertinggi yaitu 22 kali bencana melanda 119 desa/kelurahan tersebar di 66 kecamatan dan 16 kabupaten/kota. Terendah adalah Sulawesi Barat yaitu tujuh kali, melanda 16 desa tersebar di 13 kecamatan, 4 kabupaten/kota.
Wilayah regional Bali, Nusatenggara, Maluku dan Papua, bencana tertinggi di Nusa Tenggara Timur, yaitu 30 kali yang melanda 103 desa/kelurahan tersebar di 52 kecamatan dan 19 kabupaten/kota yang menimbukan 14 korban jiwa. Terendah adalah Maluku Utara yaitu hanya satu kali dan satu desa.
Selain karena faktor hujan, Walhi mencatat penyebab bencana diperkotaan disebabkan karena minimnya ruang terbuka hijau, ketiadaan drainase, tersumbatnya buangan air dan posisi berada di dataran rendah. Sedangkan di daerah perdesaan, bencana disebabkan karena alih fungsi hutan pada dataran tinggi, hilangnya hutan mangrove, dan pendangkalan serta penyempitan sungai.
Kesemuanya ini bermuara pada penataan ruang yang tidak terkendali sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem yang berdampak bencana.
Atas bencana yang terjadi, Walhi mendesak pemerintah pusat berani menyebutkan bahwa banjir dan longsor diakibatkan pula karena kerusakan lingkungan tidak melulu karena curah hujan tinggi. Walhi mengapresiasi pemerintah Aceh, Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sumatera Barat yang berani menyebut bencana di wilayahnya merupakan bencana karena kerusakan lingkungan.
Hal ini penting diutarakan sebagai bentuk pendidikan publik dan untuk meminta tanggung jawab pihak terkait. Ke depan, Walhi mengharapkan pemerintah mulai sadar dan cerdas agar memasukkan resiko bencana dalam perencanaan pembangunan dan pemanfaatan ruang tidak secara serampangan.
Polusi Udara Parah, Pengadilan India Minta Pembatasan Kendar...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan tinggi India pada hari Jumat (22/11) memerintahkan pihak berwe...