Wanita yang Sendiri
SATUHARAPAN.COM – Ibu Tua itu terperangah memandang saya ketika saya memasuki kedai mi ayam langganan saya. Tak lama kemudian, ia selesai makan dan menghampiri meja kasir untuk membayar. Sementara saya duduk di tempatnya tadi duduk. Kini giliran saya yang terpesona. Ibu Tua dengan kulit penuh kerutan itu terlihat tinggi, tegap, dan bugar. Maka saya menghampirinya yang sedang menunggu untuk membayar.
”Ibu… maaf, boleh saya tahu… Ibu umur berapa?”
”Tujuh puluh empat,” sahutnya, ”kamu masih muda…” sambungnya segera.
Sebenarnya sih, saya tidak muda-muda amat. Tetapi saya menyahut juga, ”Nanti juga, saya akan sama seperti Ibu….”
”Kamu bahagia…”
”Iya… Ibu bahagia juga ya….”
”Kamu punya suami…” gumamannya terdengar seperti keluhan.
”Tidak usah punya suami untuk bisa berbahagia, Ibu.…”
”Saya tidak punya anak, suami saya sudah meninggal. Kamu pasti punya saudara-saudara yang bisa membantu….”
”Ibu berbahagialah karena….” Kalimat saya terputus karena ibu tersebut tersenyum sedih dan beranjak pergi.
Lama setelah punggungnya yang tegak hilang dari pandangan, saya masih merenung di depan mangkuk mi saya yang mulai dingin…
Pasangan hidup, keluarga, saudara… semuanya adalah anugerah Sang Maha Pemelihara yang tentu saja patut kita syukuri. Namun, tanpa semua itu, masih banyak hal yang dapat disyukuri Ibu Tua itu. Tubuhnya yang sehat, kemandiriannya tanpa harus bergantung kepada orang lain. Ingatannya masih sempurna sehingga dapat berkomunikasi dengan baik. Dengan kedua tangannya ia masih dapat berkarya. Dengan kedua kakinya ia dapat pergi kemana saja ia suka untuk menjadi berkat bagi orang lain.
Dan yang terpenting adalah… ”Ibu berbahagialah karena…Tuhan sangat sayang kepada Ibu…” bisik saya dalam hati.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...