Warga Gereja China Pencari Suaka Akan Ditampung di Amerika Serikat
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM-Lebih dari 60 anggota pencari suaka dari sebuah gereja Kristen Tionghoa yang ditahan pekan lalu di Thailand sedang dalam perjalanan ke Amerika Serikat, kata seorang pembela kebebasan beragama yang telah membantu mereka, hari Jumat (7/4).
Seorang kolonel di divisi imigrasi polisi Thailand membenarkan bahwa kelompok tersebut meninggalkan Thailand pada hari Kamis malam. Dia berbicara dengan syarat anonim karena dia bukan juru bicara agensinya.
Polisi Thailand pada hari Rabu mengatakan 63 anggota Gereja Reformasi Suci Shenzhen, juga dikenal sebagai Gereja Mayflower, akan dideportasi dalam waktu sepekan, kemungkinan ke negara ketiga. Kedutaan Besar AS telah menolak mengomentari nasib kelompok tersebut tetapi terlibat bersama dengan perwakilan Badan Pengungsi PBB dalam pembicaraan dengan pejabat Thailand tentang masalah tersebut.
Para anggota gereja, yang telah berada di Thailand sejak September lalu, ditangkap pekan lalu di kota pantai Pattaya karena memperpanjang visa mereka, didenda, dan kemudian dibawa ke Bangkok, di mana mereka ditahan di fasilitas imigrasi.
Bob Fu, presiden ChinaAid, sebuah organisasi hak asasi manusia Kristen yang berbasis di Texas, mengatakan kelompok itu menuju ke Amerika Serikat dan diharapkan tiba di Dallas, Texas, pada hari Jumat malam.
“ChinaAid menyambut kedatangan ‘Gereja Mayflower’ China yang dianiaya ke kebebasan di Amerika dan selamat datang di Texas,” kata Fu dalam pesan teks yang juga berterima kasih kepada pejabat dan aktivis AS dan Thailand.
“Kami tidak akan beristirahat sampai kebebasan beragama terwujud sepenuhnya di China,” katanya. Organisasi gereja Kristen telah bekerja untuk memukimkan kembali mereka di Texas, melobi untuk masuk ke AS dan menawarkan untuk menampung mereka.
Anggota gereja mengatakan bahwa mereka menghadapi pelecehan yang tak tertahankan di China. Umat Kristen di China secara hukum diizinkan untuk beribadah hanya di gereja-gereja yang berafiliasi dengan kelompok agama yang dikendalikan Partai Komunis, tetapi selama beberapa dekade pihak berwenang sebagian besar menoleransi “gereja rumah” yang independen dan tidak terdaftar. Mereka memiliki puluhan juta jamaah, mungkin melebihi jumlah mereka yang tergabung dalam kelompok resmi.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, gereja rumah mendapat tekanan berat, dengan banyak gereja terkemuka ditutup. Tidak seperti tindakan keras sebelumnya, seperti larangan Beijing terhadap Falun Gong, sebuah gerakan spiritual yang dicap sebagai aliran sesat, pihak berwenang juga menargetkan beberapa orang percaya yang tidak secara eksplisit menentang negara China.
Sebelum kedatangan mereka di Thailand, para anggota Gereja Mayflower melarikan diri ke pulau Jeju, Korea Selatan, pada Oktober 2019 dan tinggal di sana selama hampir tiga tahun. Mereka memutuskan untuk pergi setelah jelas bahwa prospek perlindungan di sana sudah redup. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...