Taliban Larang Perempuan Bekerja di Kantor PBB Afghanistan
KABUL, SATUHARAPAN.COM-Perempuan Afghanistan dilarang bekerja di kantor PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) di negara itu oleh Taliban yang berkuasa, kata pejabat PBB, hari Selasa (4/4).
Misi PBB menyatakan "keprihatinan serius" setelah staf perempuannya dicegah melapor untuk bekerja di Provinsi Nangarhar di timur.
“Kami akan terus mengupayakan semua cara untuk memastikan bahwa kami dapat menjangkau orang-orang yang paling rentan, terutama perempuan dan anak perempuan,” kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric.
Dia mengatakan para pejabat PBB diberitahu melalui "berbagai saluran" bahwa larangan itu berlaku di seluruh negeri. Juru bicara Taliban tidak segera bersedia untuk dimintai komentar, dan kelompok itu tidak mengeluarkan pernyataan.
Terlepas dari janji awal pemerintahan yang lebih moderat daripada selama masa kekuasaan sebelumnya, Taliban telah memberlakukan tindakan keras sejak merebut kekuasaan pada tahun 2021 ketika pasukan Amerika Serikat dan NATO menarik diri dari Afghanistan setelah perang selama dua dekade.
Anak perempuan dilarang dari pendidikan di atas kelas enam. Perempuan dilarang bekerja, belajar, bepergian tanpa pendamping pria, dan bahkan pergi ke taman. Perempuan juga harus menutup diri dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Perempuan Afghanistan juga dilarang bekerja di organisasi non pemerintah nasional dan internasional, menyebabkan gangguan dalam pengiriman bantuan kemanusiaan.
Perempuan yang bekerja untuk PBB tidak termasuk dalam larangan LSM, tetapi PBB menimbulkan kekhawatiran bahwa perempuan yang bekerja untuk PBB dapat menjadi sasaran.
Dujarric mengatakan kepada wartawan hari Selasa bahwa Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, telah mengatakan bahwa "larangan semacam itu tidak dapat diterima dan terus terang, tidak dapat dibayangkan."
“Kami masih melihat bagaimana perkembangan ini akan mempengaruhi operasi kami di negara ini, dan kami diharapkan mengadakan lebih banyak pertemuan dengan otoritas de facto besok di Kabul di mana kami mencoba mencari kejelasan.”
Dujarric mengatakan bahwa anggota staf perempuan sangat penting untuk melaksanakan operasi penyelamatan nyawa di lapangan, dengan mengatakan bahwa dari populasi sekitar 40 juta orang, “kami berusaha menjangkau 23 juta laki-laki, perempuan, dan anak-anak dengan bantuan kemanusiaan.”
PBB memiliki sekitar 3.900 staf di Afghanistan, sekitar 3.300 warga Afghanistan dan 600 personel internasional, katanya, termasuk 600 perempuan Afghanistan dan 200 perempuan dari negara lain.
Dujarric tidak akan berspekulasi ketika ditanya apakah PBB dapat terus beroperasi di Afghanistan jika Taliban tidak mencabut larangan terhadap perempuan Afghanistan.
Rencana darurat PBB “hampir terlalu tragis untuk direnungkan,” tambahnya kemudian.
Misi politik PBB di Afghanistan, UNAMA, dipimpin oleh seorang perempuan, Roza Otunbayeva, mantan presiden dan menteri luar negeri Republik Kyrgyzstan. Dia diangkat oleh sekretaris jenderal berkoordinasi dengan Dewan Keamanan PBB. Dujarric mengatakan tidak ada tindakan Taliban terkait kepemimpinan senior PBB.
Pembatasan Taliban di Afghanistan, terutama larangan pendidikan dan pekerjaan LSM, telah mengundang kecaman keras internasional. Tetapi Taliban tidak menunjukkan tanda-tanda mundur, mengklaim larangan tersebut adalah penangguhan sementara yang diduga karena perempuan tidak mengenakan jilbab Islami, dengan benar dan karena aturan pemisahan gender tidak diikuti. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...