Warga Suriah Dalam Krisis Yang Serius
SATUHARAPAN.COM – Para pengungsi Suriah yang ada di Turki bagian selatan mengungkapkan bahwa situasi di Suriah lebih buruk dari persoalan pertempuran antara militer pemerintah Bashar Al-Assad dan pasukan kelompok pemberontak. Rakyat sipil dijadikan korban oleh kedua pihak secara brutal.
Media Jerman, Deutsche Welle, mengungkapkan hasil wawancaranya dengan para pengungsi yang baru tiba dari Raqqa, kota di Suriah Utara, dan mengungsi di Urfa, bagian selatan Turki.
Mereka adalah bagian dari dua juta warga yang eksodus karena perang yang berlangsung lebih dari dua tahun itu. Tahun lalu pengungsi kurang dari 250.000 jiwa, namun sekarang badan-badan Perserikatan Bangsa-bangsa menyebutkan lebih dari dua juta warga Suriah mengungsi di negara tetangga.
Serangan udara terus-menerus oleh pasukan pemerintah telah membuat warga menghadapi kekurangan bahan makanan yang buruk. Namun pengambilalihan kota oleh kelompok yang terkait Al-Qaeda selama musim panas adalah diambilnya “gandum” terakhir milik mereka.
Konflik Sektarian
Warga sipil tidak berkutik, meskipun mereka marah pada kelompok bersenjata, terutama mereka yang datang dari negara lain, termasuk dari Afghanistan, Chechnya, Saudi, dan Kuwait. Mereka menyaksikan negerinya dihancurkan oleh orang asing, namun tak berkutik. “Karena mereka memegang Kalasnikov...” kata pengungsi.
Di sisi lain, terjadi polarisasi yang keras di kalangan kelompok pemberontak yang diperkirakan berkekuatan 100.000 personil bersenjata. Namun mereka terbagi dalam sekitar seribu kelompok. Kelompok ini terutama dipisahkan secara tegas oleh kepentingan sektarian dan etnis.
Laporan dari berbagai pihak yang memonitor situasi Suriah menyebutkan bahwa di antara para pemberontak bahkan terjadi konflik, khususnya kelompok Islamis yang terkait Al-Qaeda dan kelompok nasionalis.
Isu sektarian mewarnai konflik di sana. Bahkan para pegiat kemanusiaan menyerukan untuk keamanan bagi pekerja medis. Sebab, dalam perang yang sangat mengerikan ini juga menggunakan layanan medis untuk menekan warga sipil berpihak pada mereka.
Laporan lain menyebutkan bahwa penduduk sipil terus diperas oleh kelompok pemberontak yang menguasai wilayah mereka. Para pemberontak dari kelompok Islamis garis keras bahkan menjalankan pemerintahan dengan tangan besi dengan menjalankan apa yang mereka sebut sebagai syariat Islam.
Penculikan dialami oleh warga sipil, seperti yang diceritakan pengungsi di Urfa, memiliki motif untuk meminta uang kepada mereka. Laporan lain dari badan Perserikatan Banga-bangsa menyebutkan bahwa puluhan wilayah penduduk tak bisa dijangkau. Mereka terkepung dan menghadapi krisis yang serius atas hidup mereka, dan rawan menjadi korban kebrutalan. Selain itu, pasokan-pasokan bantuan kemanusiaan sering dirampas oleh kelompok pemberontak.
Makin Dilematis
Situasi di Suriah telah menjadi kompleks dan dilematis. Rencana untuk pemusnahan senjata kimia yang sudah disepakati Suriah, Amerika Serikat, Rusia dan PBB merupakan kemajuan, namun belum memberikan harapan bagi penyelesaian konflik yang paling mengerikan dalam abad ini.
Polarisasi dan perbedaan yang keras di kalangan pemberontak, bahkan keterlibatan kelompok Islamis garis keras, membuat upaya melemahkan rezim Al-Assad bisa menjadi masalah yang serius. Sebab, kelompok pemberontak bisa menjadi semakin kuat, tetapi terpecah belah.
Para pengungsi Suriah menyebutkan bahwa mereka mendapatkan tekanan besar dari rezim Suriah. Namun sekarang mereka mendapatkan tekanan yang lebih mengerikan dari kelompok pemberontak garis keras.
Suriah sekarang dalam posisi dilematis serius di mana pilihannya bukan pada rezim pemerintah maupun kelompok pemberontak. Hal ini justru terjadi dengan masuknya “pejuang” asing yang memperumit negeri itu.
Solusi negosiasi politik bagi Suriah tampaknya masih jauh dan tak ada tanda-tanda kesediaan untuk meletakkan senjata, sementara korban terus berjatuhan bahkan dengan cara yang lebih brutal. Situasi di Suriah membutuhkan sikap negara-negara berpengarus atas kawasan ini untuk tegas, dengan fokus pada menghentikan kajahatan dan mengatasi masalah kemanusiaan.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...